Latihlah diriku, supaya langkah-langkahku seirama dengan
Engkau dan kehendak-Mu
Oleh : Paulina Damayanti
Ada yang
pernah ikut olah raga racewalking atau jalan cepat? aku pernah mencoba
ikut olah raga ini, dan ternyata tidak semudah yang ku bayangkan sebelumnya.
Olah raga jalan cepat ini berbeda dengan lari atau jogging, kita
harus berjalan dengan lengan dan kaki terayun bergantian, bergerak maju dengan
melangkah. Setiap kali kita melangkah, kaki depan harus menyentuh tanah
sebelum kaki belakang meninggalkan tanah. Begitulah kira-kira peraturannya.
Sebetulnya tekniknya tidak terlalu sulit, yang sulit bagiku adalah menahan diri
untuk tetap berjalan dan tidak berlari. Jalan cepat jenis ini memang melibatkan
teknik-teknik yang sengaja dibatasi untuk mengekang keinginan alamiah tubuh
untuk berlari.
Aku yang
memiliki karakter serba terburu-buru dan tidak sabaran, sering kali gagal saat
melakukan olah raga racewalking jarak jauh, karena bukannya jalan cepat
namun malah berlari agar cepat sampai di garis finish. Meski kesannya mudah
hanya berjalan ratusan meter, namun tidak demikian, jalan cepat juga
membutuhkan energi, fokus, dan kekuatan, terlebih lagi kita harus melatih
kesabaran dan mengendalikan diri kita untuk tetap berjalan. Kekuatan yang
terkendali itulah intinya.
Dari racewalking,
aku dapat belajar sesuatu, bagaimana cara mengekang keinginan alamiah tubuh
untuk ‘berlari’, agar cepat sampai di ‘tujuan hidup’ kita, untuk cepat
mendapatkan apa yang kita inginkan. Di dunia yang serba cepat ini, seringkali
kita pun menjadi tidak sabaran untuk mendapatkan segala sesuatu, pun ketika sedang
mendapatkan ujian dari Tuhan, kita menjadi tidak sabaran, dan ingin agar
berbagai pergumulan, ujian, dan masalah kita cepat berlalu, selesai, sesuai
dengan kehendak kita.
Terkadang
Tuhan memang mengijinkan kita menempuh jalan yang panjang dalam hidup ini,
entah dalam hal karier, rencana pernikahan, punya momongan, atau hal-hal
lainnya, supaya kita lebih siap melakukan perjalanan di depannya nanti.
Ada satu
kalimat dari romo Carolus Putranto, saat memberikan homilinya di Katedral
Jakarta, yang sampai sekarang masih aku ingat, terlebih ketika sedang
menghadapi masa-masa sulit, kira-kira begini isi kalimatnya :
Melalui masa sulit, Allah memberikan suatu
pedagogi ilahi, suatu pendidikan, cara mendidik menurut kehendak Allah. Melalui
masa-masa paling kelam, kita diajak untuk menggantungkan sepenuhnya harapan
kita hanya kepada Allah. Tuhan hendak menyatakan kepada kita batas-batas
kemampuan kita sebagai manusia, batas di mana akal budi kita berhenti, dan
Tuhan meminta iman kita yang bekerja pada saat ini.
Saat iman kita goyah karena menghadapi
kesulitan yang sangat berat, Tuhan sepertinya tidak setia. Akan tetapi, inilah
cara Tuhan menguatkan iman kita, yaitu ketika kita menang melawan godaan untuk
menyangsikan Tuhan. Itulah iman, yaitu mampu berharap ketika seolah olah tiada
lagi alasan untuk berharap.
Ketika kita
merasa banyak hal berjalan terlalu lambat dan melelahkan, kita dapat
mempercayai Tuhan. Karena Tuhan maha mengetahui, sedangkan kita tidak
mengetahui. Sama seperti mengizinkan lengan, kaki, dan telapak kaki
dikendalikan oleh pikiran seorang pejalan cepat, menjadi penting bagi kita
untuk mengendalikan diri terhadap kecenderungan kita mendahului Allah. Tidak
perlu lelah ‘berlari’, sesungguhnya yang perlu kita lakukan hanyalah
‘berjalan’, dan biarkan Allah yang akan mengendalikan dan mengarahkan kita. Have
faith in His plan. God’s got you!