Welcome to society. We hope you enjoy your stay, and please feel free to be yourself. As long as it's in the right way.
Make sure you love your body, not to much or we'll tear
your down, We'll bully you for smiling, And then wonder why you
frown (Kim Santiago)

Dari mana berbagai stereotipe tentang perempuan muncul? stereotipe muncul dan dikonstruksikan oleh
lingkungan kita. Perempuan memang tak pernah lepas dari penilaian, dari konstruksi.
Konstruksi ini pun merasuk dalam seni dan kebudayaan sehari-hari. Masih ingat lukisan
Monalisa karya Leonardo da Vinci?
Lukisan tersebut merupakan salah satu konstruksi perempuan pada masa Revolusi
Industri. Sedangkan pada jaman modern ini konstruksi citra perempuan tergambar
nyata dalam boneka
Barbie, langsing, kaki jenjang, rambut panjang dan fashionable.
Berbagai macam produk kebudayaan dan seni, memproyeksikan
pola pikir masyarakat pada tubuh perempuan. Pada rambut yang harus
lurus dan panjang, pada mata yang harus lentik, pada bibir yang harus memerah
ranum dan pada tubuh yang harus tinggi dan langsing. Nah, berbagai stereotipe
terhadap perempuan tersebut kemudian dibesarkan oleh industri media.
Media menjadi alat yang sempurna untuk menyebarkan hegemoni sang
penguasa kepada masyarakat. Siapa penguasa yang dimaksud? Pemilik
modal, pengusaha berbagai macam produk-produk kecantikan, obat pelangsing,
pemutih kulit, berbagai macam alat pelurus/pengriting rambut, dan masih banyak
lagi bisnis di dalamnya. Althusser menyatakan bahwa media dalam konteks
ideologi modern sebagai ideology state
apparatus. Dalam hal ini media tidak hanya bersifat persuasif tetapi juga
sebagai media propaganda yang melegitimasi fungsi dan ideology tertentu.
Berarti media juga berperan mentransfer ideologi dominan terhadap kelompok
sosial dominan.
Stereotipe yang telah dibesarkan oleh media
yang melekat pada perempuan ini kemudian menimbulkan sejumlah persoalan baru
yang terjadi di masyarakat. Misalnya, perempuan mengalami berbagai hambatan karena nilai-nilai
yang melekat dalam masyarakat membatasi akses dan kesempatannya. Stereotipe ini melestarikan kekerasan dan
diskriminasi terhadap perempuan, dan industri media kita merupakan propagandis terdepan dalam
mengkampanyekan stereotipe tersebut.
Akibat terburuk dari stereotipe yang berkisar dalam hal
kecantikan adalah, membuat perempuan membenci tubuhnya.
Para perempuan membenci wajahnya yang kurang cantik, kakinya yang kurang
panjang dan tubuhnya yang terlalu gemuk. Akibatnya, perempuan menjadi
pemimpi—ingin berubah wujud menjadi tubuh yang diinginkan industri. Karena
prasyarat cantik inilah yang kemudian digunakan untuk menentukan identitas
seseorang.
Dari keprihatinan dengan
semakin banyaknya iklan ataupun media massa yang mengeksploitasi perempuan,
maka muncullah
gerakan di media sosial sebagai supporting
campaign
bagi perempuan di seluruh dunia untuk melawan eksploitasi perempuan dalam
iklan dan media massa, yaitu : #notbuyingit
Dengan # (tanda tagar/hashtag) notbuyingit di
media sosial twitter dan instagram, kampanye ini menyuarakan ketidaksetaraan gender, stereotipe
dan diskriminasi terhadap perempuan dalam promosi atau iklan dengan
mengobjektifitasikan tubuh wanita. Gerakan kampanye dengan tagar ini
berhasil mencegah beberapa perusahaan (termasuk di Indonesia) untuk membuat
iklan dengan mengobjektifikasi tubuh wanita.
Seperti halnya puisi Kim Santiago diatas, Make sure you
love your body, not to much or they'll tear your down. Kita harus
mencintai diri kita sendiri, harus mampu menjadi diri kita sendiri dan berkarakter.
Jangan
sampai stereotipe yang berkisar tentang kecantikan tersebut membuat kita
membenci tubuh kita sendiri, dan mati-matian merubah diri kita menjadi apa yang
dikonstruksikan oleh media dan lingkungan. Ingatlah bahwa setiap
perempuan diciptakan cantik adanya, yang terpenting adalah, kita harus memiliki
behavior yang bagus, berpendidikan, rajin olah raga dan menjaga kesehatan,
otomatis kecantikan dari dalam akan terpancar dengan sendirinya.
No comments:
Post a Comment