“Perempuan gak usah sekolah tinggi-tinggi lah,
apalagi ngejar karier. Nanti habis nikah juga tinggal di rumah, urus keluarga.”
Kata seorang pria di meja sebelah, sambil tertawa.
Tinggal di kota besar dan lingkungan yang modern ternyata
tidak menjamin pemikiran orang-orang di dalamnya juga maju, justru masih banyak
yang memiliki stereotip konservatif di dalamnya. Overheard meja sebelah saat makan siang di sebuah restoran daerah Jakarta
Pusat, “Perempuan gak usah sekolah tinggi-tinggi
lah, apalagi ngejar karier. Nanti habis nikah juga tinggal di rumah, urus
keluarga.” Kata seorang pria di meja sebelah, sambil tertawa. Pernahkah orang sekitarmu mengatakan hal
tersebut? Kalau pernah, berarti lingkunganmu masih memiliki stereotipe
konservatif mengenai perempuan.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa hingga saat ini, perempuan masih banyak “terkekang” oleh
berbagai stereotipe yang ada, tidak hanya di daerah, namun di
kota-kota besar yang notabene masyarakatnya
lebih modern ternyata masih juga memiliki stereotipe yang salah mengenai
perempuan.
Kapan perempuan pertama kali mendapatkan stereotipe? sebagai orang yang mudah menangis, lemah, tidak
mandiri, tidak perlu karier dan pendidikan tinggi? Sejak ia lahir dan mengenal lingkungannya,
atau sejak lingkungan membentuknya pada konstruksi hierarki gender yang
melekat? Stereotipe ini memproyeksikan pola
pikir masyarakat terhadap perempuan.
Beruntung saya
dibesarkan di keluarga dan lingkungan yang sangat demokratis dan jauh dari
berbagai stereotipe, saya dibebaskan untuk bersekolah dimanapun sampai tingkat
manapun, dan bebas mengajar cita-cita apapun yang saya mau, termasuk masalah
pilihan pendamping hidup dan pernikahan. Namun, berapa banyak perempuan yang seberuntung
itu dibesarkan di lingkungan yang terbebas dari berbagai macam stereotipe yang
mengekangnya? Saya rasa tidak banyak.
Sebagian
besar stereotip menghalangi kaum perempuan menjadi pribadi yang lebih mandiri,
lebih berkembang dan bebas menjadi apa yang benar-benar dia inginkan. Sebagai
contoh, meski tidak selalu terucap, namun anggapan kalau pendidikan
dan karier itu hanya milik lelaki masih cukup kuat di Indonesia.
Sementara perempuan nantinya akan mengurus rumah tangga yang artinya tidak perlu bersusah payah membangun karier.
Lalu apakah anggapan tersebut benar? Tentunya tidak.
Sebagai perempuan kamu berhak kok mengejar apapun mimpimu, termasuk soal
karier. Entah itu bekerja di perusahaan besar, menjadi pekerja seni,
entrepreneur, dan profesi lainnya selama kamu mau. Asalkan kamu mau melakukan
tindakan nyata, karier cemerlang tak hanya jadi
milik laki-laki tapi juga perempuan.
Gimana
dengan Pendidikan? Well, menurut saya pendidikan itu jauh lebih penting dari apapun.
Bukan cuma untuk mengejar karir. Pendidikan tinggi itu berguna membantumu
mencari solusi saat ada masalah, mendidik anak, atau menolong lingkungan
sekitar melakukan perubahan. Jadi terlepas
akan berkarir atau tidak, pendidikan yang memadai wajib untuk setiap perempuan.
Sebagai
penutup, saya ingat ayah saya pernah berpesan kepada saya seperti ini, “Mungkin dunia
akan memandang kamu sebelah mata karena kamu perempuan, tapi yakinlah kamu
lebih hebat dari apapun yang mereka pikirkan tentang kamu. Make me proud, even
you are a woman. Don’t let people tell you who you are and who you can be.”
No comments:
Post a Comment