Thursday, 18 October 2018

Perempuan dan Stereotipe Gender


Tinggal di kota besar dan lingkungan yang modern ternyata tidak menjamin pemikiran orang-orang di dalamnya juga maju, justru masih banyak yang memiliki stereotip konservatif di dalamnya. Overheard meja sebelah saat makan siang di sebuah restoran daerah Jakarta Pusat, “Perempuan gak usah sekolah tinggi-tinggi lah, apalagi ngejar karier. Nanti habis nikah juga tinggal di rumah, urus keluarga.” Kata seorang pria di meja sebelah, sambil tertawa. Pernahkah orang sekitarmu mengatakan hal tersebut? Kalau pernah, berarti lingkunganmu masih memiliki stereotipe konservatif mengenai perempuan.  
Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini, perempuan masih banyak “terkekang” oleh berbagai stereotipe yang ada, tidak hanya di daerah, namun di kota-kota besar yang notabene masyarakatnya lebih modern ternyata masih juga memiliki stereotipe yang salah mengenai perempuan.
Kapan perempuan pertama kali mendapatkan stereotipe? sebagai orang yang mudah menangis, lemah, tidak mandiri, tidak perlu karier dan pendidikan tinggi? Sejak ia lahir dan mengenal lingkungannya, atau sejak lingkungan membentuknya pada konstruksi hierarki gender yang melekat? Stereotipe ini memproyeksikan pola pikir masyarakat terhadap perempuan.
Beruntung saya dibesarkan di keluarga dan lingkungan yang sangat demokratis dan jauh dari berbagai stereotipe, saya dibebaskan untuk bersekolah dimanapun sampai tingkat manapun, dan bebas mengajar cita-cita apapun yang saya mau, termasuk masalah pilihan pendamping hidup dan pernikahan.  Namun, berapa banyak perempuan yang seberuntung itu dibesarkan di lingkungan yang terbebas dari berbagai macam stereotipe yang mengekangnya? Saya rasa tidak banyak.
Sebagian besar stereotip menghalangi kaum perempuan menjadi pribadi yang lebih mandiri, lebih berkembang dan bebas menjadi apa yang benar-benar dia inginkan. Sebagai contoh, meski tidak selalu terucap, namun anggapan kalau pendidikan dan karier itu hanya milik lelaki masih cukup kuat di Indonesia. Sementara perempuan nantinya akan mengurus rumah tangga yang artinya tidak perlu bersusah payah membangun karier. Lalu apakah anggapan tersebut benar? Tentunya tidak. Sebagai perempuan kamu berhak kok mengejar apapun mimpimu, termasuk soal karier. Entah itu bekerja di perusahaan besar, menjadi pekerja seni, entrepreneur, dan profesi lainnya selama kamu mau. Asalkan kamu mau melakukan tindakan nyata, karier cemerlang tak hanya jadi milik laki-laki tapi juga perempuan.
Gimana dengan Pendidikan? Well, menurut saya pendidikan itu jauh lebih penting dari apapun. Bukan cuma untuk mengejar karir. Pendidikan tinggi itu berguna membantumu mencari solusi saat ada masalah, mendidik anak, atau menolong lingkungan sekitar melakukan perubahan. Jadi terlepas akan berkarir atau tidak, pendidikan yang memadai wajib untuk setiap perempuan.
Sebagai penutup, saya ingat ayah saya pernah berpesan kepada saya seperti ini, “Mungkin dunia akan memandang kamu sebelah mata karena kamu perempuan, tapi yakinlah kamu lebih hebat dari apapun yang mereka pikirkan tentang kamu. Make me proud, even you are a woman. Don’t let people tell you who you are and who you can be.”


No comments:

Post a Comment

FORMULA KEBERUNTUNGAN

The best luck of all is the luck you make for yourself (Douglas MacArthur)   Kita mungkin pernah tau bahwa di dunia ini ada jenis manusi...