Wednesday, 4 May 2016

DIBALIK BANJIRNYA FILM SUPERHERO HOLLYWOOD HINGGA 2020


(Paulina Damayanti)

Sejak tahun 2015 lalu, secara berturut-turut kita disuguhi berbagai film superhero Hollywood yang rilis secara berdekatan. Masa kejayaan film-film superhero tersebut jelas belum akan berakhir dalam waktu dekat ini, Hollywood akan merilis hampir 30 film superhero yang siap rilis hingga tahun 2020 nanti. Mengapa film superhero terus dibuat Hollywood?


Bukanlah hal yang kebetulan ketika Hollywood secara besar-besaran memproduksi berbagai film bertema superhero secara beruntun dari tahun 2015 hingga 2020 mendatang. Bisa dipastikan selama lima tahun kedepan, bioskop kita makin disesaki film-film superhero. Warner Bros yang memiliki hak atas tokoh superhero DC Comics, Disney pemilik Marvel, serta Fox dan Sony yang memiliki beberapa tokoh-tokoh kunci Marvel siap merilis hampir 30 film superhero.

Tahun 2015 lalu, masih lekat diingatan kita, secara berdekatan rilis berbagai film bertema superhero, seperti Avengers: Age of Ultron (1 Mei), Ant-Man (17 Juli), dan The Fantastic Four (7 Agustus). Diawal tahun 2016 ini muncul Deadpool (12 Februari), dan pada bulan Maret DC memulai seri cross-over Justice League lewat Batman, Superman, Wonder Woman, dan Aquaman dalam satu layar lewat Batman vs Superman: Dawn of Justice. Kemudian disusul film Captain America 3 (26 April), X-Men: Apocalypse (27 Mei), Suicide Squad (5 Agustus), The Sinister Six (11 Agustus). Awal tahun 2017 akan dirilis film Wolverine terbaru (3 Maret), Wonder Woman (23 Juni), The Fantastic Four 2 (14 Juli), Guardians of the Galaxy 2 (28 Juli), Justice League, Part One (17 November). Dan berbagai judul film lainnya, hingga tahun 2020 ditutup dengan film produksi DC, Cyborg (3 April) dan Green Lantern (19 Juni).

Rilis Hollywood untuk berbagai film superhero hingga lima tahun ke depan sekilas menjadi kabar gembira bagi kita, terutama para pecinta seri Marvel dan DC, namun bila kita cermati, film-film fiksi tersebut tidak hanya menghibur, tetapi banyak pesan dan informasi yang disampaikannya, bahkan secara tidak sadar pesan tersebut terekam dalam memori kita. Film mampu membangun keterikatan emosi pada penontonnya, sehingga bila dipaparkan terus-menerus penonton menjadi fanatik, bahkan secara tidak sadar dapat merubah ideologi, sifat, dan karakter kita sesuai dengan apa yang disampaikan film tersebut.

Sejak abad 19, film telah menjadi bagian dari hidup kita, yang telah berkembang dari pertunjukan keliling menjadi salah satu alat penting komunikasi dan hiburan serta media massa pada abad 21 sekarang ini. Film merupakan produk kebudayaan manusia yang dianggap berdampak besar bagi masyarakat dan merupakan salah satu bentuk seni, sumber hiburan dan alat yang ampuh untuk mendidik serta mengindoktrinasi para penontonnya.

Demikian halnya dengan berbagai film bertema superhero produksi Hollywood.  Pada awal berkembangnya sebelum diangkat ke layar bioskop, komik superhero memang tak lepas dari misi sosial politis. The Action Comic, komik yang pertama kali memperkenalkan Superman sebagai superhero pada tahun 1938, muncul sebagai kritik terhadap kehidupan sosial politik Amerika Serikat saat mengalami The Great Depression. Superhero tidak digambarkan melawan alien atau supervillain, namun bertarung melawan pelecehan terhadap wanita dan pemerintahan yang korup.

Ketika Perang Dunia II merebak. Dunia superhero ikut ambil bagian. Superman, Captain America, dan superhero lainnya menjalani misi propaganda sebagai agen patriot pemerintah Amerika. Misi yang bertolak belakang saat awal mereka dikenalkan. Kemudian Amerika Serikat memiliki presiden keturunan Afrika-Amerika pertama mereka. Feminisme, persamaan gender, dan keberagaman menguat di negeri tersebut. Perkembangan sosial politis ini juga turut menjadi inspirasi bagi dunia komik. Beberapa waktu belakangan muncul versi-versi alternatif dari superhero kenamaan lintas ras dan gender.

Jika dilihat, tren film superhero tahun 2016 ini bertema superhero melawan superhero. Misalnya saja dari kubu DC dengan Batman vs Superman serta film animasi Justice League vs Teen Titans. Marvel juga tidak mau kalah dengan tema serupa, melalui Marvel Cinematic Universe mereka menghadirkan film bertajuk Captain America: Civil War. Pesan sosial yang terkandung di dalamnya adalah bahwa perbedaan pendapat, pola pikir, apa yang diyakini benar dalam suatu tim, bahkan orang yang sudah dianggap sebagai sahabat atau keluarga dekat akan mungkin timbul perpecahan internal.

Baik itu film Batman vs Superman ataupun Captain America: Civil War sendiri mencoba mengangkat krisis dari berjayanya para superhero tersebut ketika mereka melakukan penyelamatan gemilang dari ancaman yang mampu menghancurkan kelangsungan hidup umat manusia. Namun, catatan hitam dari event tersebut adalah: korban jiwa tidak bisa dihindarkan. Meskipun masyarakat dan dunia tau bahwa keberadaan superhero sangat berjasa untuk mereka, namun status mereka sebagai organisasi privat yang tidak terikat oleh politik dan pemerintahan menjadikan warga cemas bahwa tidak ada yang mengawasi dan mengontrol mereka. Pada akhirnya, film tersebut menggambarkan, bahwa tetap para superhero itulah yang dapat menyelamatkan manusia dari kehancuran, sedangkan pemerintah dan militer selalu menjadi pihak yang terdesak dan lemah.

Film-film superhero yang secara beruntun diproduksi oleh Hollywood hingga tahun 2020 tersebut menjadi kritik terhadap situasi sosial politik dan pemerintahan di Amerika, terutama ditengah-tengah perseteruan panas pemilihan presiden Amerika tahun ini. Bahwa masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah, mereka mendambakan seorang ‘superhero’ sesungguhnya yang dapat mengentaskan kesengsaraan masyarakat secara cepat tanpa banyak pertimbangan birokrasi. Dengan hadirnya superhero tersebut, seolah-olah masyarakat merayakan utopia pembebasan dan kemerdekaannya dari berbagai bentuk kemusnahan dan kejahatan dunia seperti terbebas dari terorisme, pelecehan seksual, perampokan, pembunuhan, pemerintahan yang korup dan diskriminasi.

Semoga film-film superhero yang akan kita nikmati selama lima tahun ke depan tersebut tidak hanya dapat menghibur kita, namun juga dapat menjadi bahan refleksi kita terhadap berbagai permasalah sosial, politik dan budaya di sekitar kita. Kita sebagai penikmat film juga sebaiknya lebih kritis dalam mengkonsumsinya, karena tidak semua hal yang dianggap baik menurut ideologi film itu benar, dan sesuatu yang dianggap benar belum tentu baik untuk kita.

6 comments:

  1. Nice article, Paulina 😉
    Bravo MCU! Hehe

    ReplyDelete
  2. Nice article, Paulina 😉
    Bravo MCU! Hehe

    ReplyDelete
  3. Sangar tenan anak blog. Haha.. 👍👍👍

    ReplyDelete
  4. Sangar tenan anak blog. Haha.. 👍👍👍

    ReplyDelete
  5. Keren abiss... Saya jdi mikir, jgn2 sinetron indonesia menggambarkan dg jelas bgaimana konteks indonesia saat ini. Artikel ini jika dikaitkan dg isu2 global or isu2 sosial indonesia pasti menarik juga.

    ReplyDelete

FORMULA KEBERUNTUNGAN

The best luck of all is the luck you make for yourself (Douglas MacArthur)   Kita mungkin pernah tau bahwa di dunia ini ada jenis manusi...