Tas,
high heels, pakaian, assesoris dan kosmetik sudah menjadi bagian dari gaya
hidup wanita modern di seluruh dunia. Pusat-pusat mode dunia seperti Paris,
London, dan Milan dengan para perancang busananya seperti Donatella Versace, Domenico
Dolce dan Stefano Gabbana, Marc Jacob, Giorgio Armani, Christian Dior, Valentino
Garavani, Tom Ford, Ralph Lauren selalu menciptakan beragam model fashion
terbaru di setiap musimnya. Berbagai model tas, sepatu dan pakain tersebut ada
bukan muncul secara tiba-tiba, tapi berkembang dari jaman ke jaman dan memiliki
sisi historis dan filosofinya masing-masing.
Kita
pasti tahu bahwa fashion dunia lahir dan berkembang di Eropa. Pada abad XV, fashion
yang berkembang saat itu adalah model gaun yang bertumpuk-tumpuk, dengan garis
bulat melingkar tubuh dan menekankan perhatian utama pada dada (payudara) dan
perut, serta di dominasi warna-warna kuat dan terang. Ketika itu perempuan masih dianggap kaum
kelas dua dibawah kaum pria. Perempuan hanya dijadikan sebagai obyek seksual
pria. Image perempuan cantik masa itu adalah keibuan menjadi tolok
ukur kecantikan.
Sekitar
tahun 1830-an munculah fashion yang bermaksud hendak melindungi wanita dari
cuaca, maka lahirlah korset pada masa itu. Korset sebagai pakaian yang
berfungsi sebagai pakaian dalam wanita memang dapat melindungi wanita dari
cuaca, tapi dampaknya, si pemakai akan sangat tersiksa dengan ketatnya korset
yang mereka pakai. Korset pun sebenarnya memiliki perkembangannya sendiri, di
mulai dari korset yang memiliki penyangga dari besi, hingga kemudian berubah
menjadi tulang ikan hiu, namun kesemuanya adalah bahan-bahan yang tidak
benar-benar membuat wanita merasa nyaman. Pakaian tersebut semakin membatasi gerak wanita. Wanita
belum memiliki kesetaraan hak seperti kaum pria, seperti dalam hal pendidikan
dan pekerjaan. Wanita saat itu memiliki peran utama sebagai istri
dan ibu rumah tangga, dan tidak diberi kesempatan untuk berkarya di luar rumah.
Pada
tahun 1960-an merupakan era revolusi barat, Undang-Undang Hak Sipil di Amerika
diberlakukan, perang Vietnam berkecamuk, dan gerakan feminisme untuk kebebasan
dan kesetaraan hak perempuan mulai disuarakan dan diperjuangankan oleh para
tokoh feminis. Seperti Betty Friedan yang menulis buku berjudul The Feminine
Mystique yang mencoba menggambarkan mitos yang mendoktrinasi ibu
rumah tangga yang bahagia dan mengungkapkan keinginan perempuan untuk
mengembangkan segala potensi diri melalui pendidikan, seni, dan peran di pemerintahaan
ataupun parlemen seperti yang bisa dilakukan oleh para kaum pria. Dari berbagai
tulisan dan perjuangan para tokoh feminis, maka pada tahuan 60-an tersebut
perempuan mulai memiliki peran di luar rumah, baik di universitas maupun di
dunia kerja. Gambaran perempuan sebagai seorang istri dan ibu, berubah menjadi
seorang gadis yang pintar, mandiri, bangga akan seksualitasnya, dan memiliki
kepercayaan diri terhadap potensi yang dimilikinya.
Dari
perjuangan kaum feminis tersebut, maka muncullah tren busana baru bagi para
perempuan. Adalah Mary Quant (1960), seorang perancang busana paling
berpengaruh di London yang mencipkan rok mini (miniskirt). Rok mini diciptakan sebagai simbol kebebasan
perempuan dan revolusi desain pakaian masa itu. Pakaian wanita yang sebelumnya
bertumpuk-tumpuk dengan korset yang ketat dan membatasi gerak perempuan,
berganti menjadi pakaian yang ringan, seperti miniskirt membuat perempuan lebih
leluasa bergerak dan beraktifitas. Image perempuan yang sebelumnya
digambarkan lemah, dan hanya menjadi pemuas napsu pria, dengan busana dres
bertumpuk, korset ketat dan menonjolkan buah dada dan lekuk tubuh perempuan,
telah berganti menjadi busana yang ringan dan modern, sehingga image perempuan
berubah menjadi gadis muda, pintar, mandiri, dan tidak dipandang sebelah mata
oleh kaun pria.
Seperti
halnya rok mini, menurut Hoodfar make up juga merupakan simbol kebebasan perempuan.
Make up menjadi alternatif yang digunakan perempuan untuk meningkatkan
partisipasinya dalam wilayah publik, baik di dunia kerja ataupun pendidikan. Bahwa
sepenuhnya perempuan berhak untuk mempercantik tubuhnya sendiri dan menjadikan
dirinya bernilai. Ketika selama ini perempuan dipandang sebagai
obyek pemuas napsu pria, dengan lekuk tubuhnya, pinggul dan payudara, maka make up menjadi
media untuk mengalihkan mata para pria dari pinggul dan payudara perempuan,
sehingga lebih tertarik melihat perempuan dengan makeup di wajah yang cantik
dan attitude yang bagus.
Setiap
perempuan dengan khasnya memiliki gaya fashion dan make up nya masing-masing, sehingga
fashion, mulai dari baju, sepatu, accesoris dan make up yang dikenakan, dapat
menentukan kepribadian perempuan tersebut, apakah dia termasuk feminin,
tomboy, funky, glamour, menyukai hal-hal vintage, bergaya wanita karier, atau
menyukai kegiatan outdoor dan lain sebagainya.
Fashion
dan make up yang sekarang berkembang terutama di Indonesia, seharusnya bisa
digunakan sesuai filosofi dan semangat awal dahulu, yaitu untuk mendukung
perempuan dalam berkarya dan mengembangkan potensinya, dan bukan malah disalahgunakan
untuk hal-hal negatif seperti dengan sengaja mempertontonkan bagian-bagian
tubuhnya untuk menarik perhatian lawan jenis. Kebebasan berekspresi dalam berpakaian dan
bermake up seharusnya dibarengi dengan attitude yang bagus dan kedewasaan
pemakainya, sehingga fashion dan make up semakin menunjukkan bahwa
perempuan Indonesia itu cerdas, cantik dan berbudaya.
No comments:
Post a Comment