Friday, 5 November 2021

FORMULA KEBERUNTUNGAN

The best luck of all is the luck you make for yourself (Douglas MacArthur)

 


Kita mungkin pernah tau bahwa di dunia ini ada jenis manusia-manusia yang punya predikat ‘orang yang selalu beruntung’, yang katanya tanpa banyak berusaha namun punya hidup yang mujur. Hidupnya lancar seperti jalan tol, selalu dimudahkan jalannya, yang rasanya gak pernah punya jejak-jejak kesusahan dalam hidupnya. We all know that kind of guy, the one who has that beautiful job, has that beautiful wife, beautiful car and that amazing life, yang sepertinya memiliki hidup too good to be true. Kemudian kita akan bertanya, kok dia bisa seberuntung itu? bagaimana cara mendapatkan keberuntungan? Is that a God power? is that an untouchable energy, or a nature scientific power? Absolutely not!

Ada beberapa orang menilai keberuntungan itu adalah berkat dari Tuhan, yang merupakan buah dari budi baik kita. Namun ada juga yang berpandangan, bahwa keberuntungan itu hanya kebetulan kita terima dan diluar kendali kita.

Lucius Annaeus Seneca seorang filsuf Stoik Romawi, mengungkapkan bahwa keberuntungan itu sesungguhnya memiliki rumus matematika, dan setiap manusia bisa meraih keberuntungan itu. Menurut Seneca, keberuntungan adalah hasil kulminasi pertemuan antara kesiapan dan kesempatan (opportunity+preparation=luck).

Pendapat Seneca ada benarnya, bahwa memang tidak ada satupun yang kebetulan di dunia, termasuk keberuntungan. Ketika kita merasa beruntung, entah tiba-tiba mendapatkan promosi jabatan di kantor, berhasil mendapatkan beasiswa ke luar negeri, berhasil mendapatkan hati cowok atau cewek idaman, berhasil memenangkan lomba-lomba bergensi, dan lain sebagainya, keberuntungan itu tidak akan terjadi apabila kesempatan sudah datang, namun kita belum siap menerimanya. Ada kesempatan namun belum ada kesiapan ya percuma, keberuntungan tidak akan terwujud.

Richard Wiseman, profesor psikologi dari Inggris telah melakukan penelitian, bahwa keberuntungan itu ternyata berpola. Jadi, sebenarnya keberuntungan itu akan melekat pada seseorang yang memiliki pola sifat dan sikap tertentu. Sikap yang dimaksud di sini adalah, sikap dalam menjalani dan merespon keadaan yang terjadi di kehidupannya. Itulah tahap untuk preparation (kesiapan). Preparation sendiri tidak bisa dilakukan dalam sekejab, namun juga membutuhkan proses.

Dalam penelitian ini, orang-orang beruntung memiliki skor lebih tinggi dalam sikap keterbukaan, tidak menutup diri dan komunikatif dengan dunia luar, serta memperoleh kepuasan dengan hal tersebut (exstroversi). Dan sederhananya adalah mereka (orang beruntung) tersenyum dua kali lebih sering kepada orang lain, menyapa dengan melibatkan kontak mata. Menurut penelitian ini, mereka yang seperti itulah yang mampu memanggil keberuntungan mendekat. Karena seseorang dengan sikap yang terbuka dan senang dengan bersosialisasi dengan orang banyak semakin memperbesar kesempatan untuk beruntung.

Dapat disimpulkan bahwa, mereka yang merasa beruntung mempunyai ekspektasi yang positif dan optimis dalam menghadapi hidup. Dalam situasi sesulit apapun, mereka akan mampu menemukan jalan keluar karena sikap optimismenya. Dan sikap tersebut akan membuat hidup mereka lebih bahagia. Seperti halnya formula keberuntungan dari Seneca bahwa keberuntungan adalah hasil dari pertemuan kesiapan dan kesempatan, maka ketika ada kesempatan, kita yang memiliki sifat positif dan optimis dalam menjalani hidup ini akan mampu menjemput keberuntungan itu.

In my opinion luck is made. Jika kita ingin meningkatkan probabilitas keberuntungan kita, sebaiknya perlu mengubah beberapa kebiasaan negatif (apabila masih ada), changes such as : stop being critical, eliminate complaining, be a contribution to others, look to see how you can help people around you, be disciplined with yourself, set goals and get moving on them, always be in action and never let fear stop you.


So, the best luck of all is the luck you make for yourself . Luck isn't just about being at the right place at the right time with the right man, but also about being open to and ready for new opportunities, that attracts lucky circumstances, and luck will naturally follow you.

             

Thursday, 20 May 2021

Berjalan, Bukan Berlari

 

Latihlah diriku, supaya langkah-langkahku seirama dengan Engkau dan kehendak-Mu

Oleh : Paulina Damayanti

 

Ada yang pernah ikut olah raga racewalking atau jalan cepat? aku pernah mencoba ikut olah raga ini, dan ternyata tidak semudah yang ku bayangkan sebelumnya. Olah raga jalan cepat ini berbeda dengan lari atau jogging, kita harus berjalan dengan lengan dan kaki terayun bergantian, bergerak maju dengan melangkah. Setiap kali kita melangkah, kaki depan harus menyentuh tanah sebelum kaki belakang meninggalkan tanah. Begitulah kira-kira peraturannya. Sebetulnya tekniknya tidak terlalu sulit, yang sulit bagiku adalah menahan diri untuk tetap berjalan dan tidak berlari. Jalan cepat jenis ini memang melibatkan teknik-teknik yang sengaja dibatasi untuk mengekang keinginan alamiah tubuh untuk berlari.

Aku yang memiliki karakter serba terburu-buru dan tidak sabaran, sering kali gagal saat melakukan olah raga racewalking jarak jauh, karena bukannya jalan cepat namun malah berlari agar cepat sampai di garis finish. Meski kesannya mudah hanya berjalan ratusan meter, namun tidak demikian, jalan cepat juga membutuhkan energi, fokus, dan kekuatan, terlebih lagi kita harus melatih kesabaran dan mengendalikan diri kita untuk tetap berjalan. Kekuatan yang terkendali itulah intinya.

Dari racewalking, aku dapat belajar sesuatu, bagaimana cara mengekang keinginan alamiah tubuh untuk ‘berlari’, agar cepat sampai di ‘tujuan hidup’ kita, untuk cepat mendapatkan apa yang kita inginkan. Di dunia yang serba cepat ini, seringkali kita pun menjadi tidak sabaran untuk mendapatkan segala sesuatu, pun ketika sedang mendapatkan ujian dari Tuhan, kita menjadi tidak sabaran, dan ingin agar berbagai pergumulan, ujian, dan masalah kita cepat berlalu, selesai, sesuai dengan kehendak kita.

Terkadang Tuhan memang mengijinkan kita menempuh jalan yang panjang dalam hidup ini, entah dalam hal karier, rencana pernikahan, punya momongan, atau hal-hal lainnya, supaya kita lebih siap melakukan perjalanan di depannya nanti.

Ada satu kalimat dari romo Carolus Putranto, saat memberikan homilinya di Katedral Jakarta, yang sampai sekarang masih aku ingat, terlebih ketika sedang menghadapi masa-masa sulit, kira-kira begini isi kalimatnya :

Melalui masa sulit, Allah memberikan suatu pedagogi ilahi, suatu pendidikan, cara mendidik menurut kehendak Allah. Melalui masa-masa paling kelam, kita diajak untuk menggantungkan sepenuhnya harapan kita hanya kepada Allah. Tuhan hendak menyatakan kepada kita batas-batas kemampuan kita sebagai manusia, batas di mana akal budi kita berhenti, dan Tuhan meminta iman kita yang bekerja pada saat ini.

Saat iman kita goyah karena menghadapi kesulitan yang sangat berat, Tuhan sepertinya tidak setia. Akan tetapi, inilah cara Tuhan menguatkan iman kita, yaitu ketika kita menang melawan godaan untuk menyangsikan Tuhan. Itulah iman, yaitu mampu berharap ketika seolah olah tiada lagi alasan untuk berharap.

Ketika kita merasa banyak hal berjalan terlalu lambat dan melelahkan, kita dapat mempercayai Tuhan. Karena Tuhan maha mengetahui, sedangkan kita tidak mengetahui. Sama seperti mengizinkan lengan, kaki, dan telapak kaki dikendalikan oleh pikiran seorang pejalan cepat, menjadi penting bagi kita untuk mengendalikan diri terhadap kecenderungan kita mendahului Allah. Tidak perlu lelah ‘berlari’, sesungguhnya yang perlu kita lakukan hanyalah ‘berjalan’, dan biarkan Allah yang akan mengendalikan dan mengarahkan kita. Have faith in His plan. God’s got you!

Thursday, 11 February 2021

Cooking and Healing

 

I’m learning to appreciate quarantine and PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) by trying out new things, dan memasak adalah pilihanku.

 

Pandemic covid19 yang berkepanjangan dan PSBB (Pembatasan Social Berskala Besar) yang seakan tak berujung, memaksa kita untuk lebih sering menghabiskan waktu di rumah. Banyak hal-hal kreatif yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luang di rumah, agar tetap produktif.

Pun demikian halnya denganku, tidak terbayang sebelumnya, aku yang dari dulu jarang masuk dapur, tapi akhir-akhir ini betah berlama-lama di dapur untuk memasak, mencoba resep-resep baru di cookpad, dan belajar bermacam-macam teknik memasak mulai dari memanggang, menumis, menyangrai, ataupun mengukus.

Mungkin bagi sebagian orang, memasak itu sulit, memakan waktu dan hasilnya tidak sepadan. Padahal menurutku, memasak juga bisa menjadi sumber kebahagiaan yang besar dan menjadi terapi untuk menghilangkan stress.

Ketika aku mengalami hari yang berat entah di pekerjaan atau masalah lain, akan sangat membantu ketika aku memilih untuk memasak, mulai dari memotong sayuran, meracik bumbu, mencincang daging, menggabungkan rasa hingga mengubahnya menjadi sesuatu yang enak. Aktivitas tersebut dapat mengalihkan pikiran dari hal-hal yang memusingkan dan menyalurkan perhatian kepada persiapan membuat hidangan. Selain itu, aroma masakan juga  membuat pikiran menjadi tenang dan dapat memberikan rasa puas pada diri sendiri (self-rewarding).

Kita tidak harus punya skill atau ahli dalam memasak, dengan memasak menu-menu sederhana, seperti menumis, membuat puding buah, membuat scrambled egg ataupun pancake, namun hasil kreasi masakan kita tetap memudahkan kita mencapai self rewarding. Kegiatan ini juga dapat melatih kemampuan berpikir dan meningkatkan kreativitas seseorang.

Memasak juga secara gak langsung menumbuhkan kedisiplinan, karena kita dengan sengaja setiap harinya bangun pagi untuk menyiapkan bahan makanan, mengolahnya hingga siap disajikan. Hal ini diperlukan agar kita dapat menyajikan makanan tepat waktu dan membuatnya tersaji dengan tepat di meja makan.

Itulah beberapa manfaat memasak, hobi baru yang aku lakukan selama pandemic ini. Satu hal yang selama ini masih bikin aku gak nyaman selama memasak, aku belum bisa menaklukkan bawang merah, masih suka bercucuran air mata setiap kali mengupas bawang merah.. Hmm… One day, I’m gonna make the onions cry. Lol.

Friday, 24 January 2020

Nobody’s Thinking About You


We all spend our twenties and thirties trying so hard to be perfect, because we’re so worried about what people will think of us, when you finally realize this liberating truth – nobody was ever thinking about you, anyhow.


 Sore itu, obrolan antara aku dan seorang temanku sepulang kerja,
“Gue kok ngrasa  insecure sama hidup gue ya.
“Maksud lo gimana” Tanyaku kemudian.
“Gue pikir, diusia gue yang sekarang ini, gue bisa lebih dari sekarang. Really going to be something by the age of 30. Tapi kayaknya ya gini-gini aja. Karier, relationship, networking semua mandeg. Apalagi kalau ngomongin pencapaian orang lain, gue makin terpuruk rasanya. Do nothing! Kenapa orang lain bisa, sedang gue enggak? Kenapa hidup orang lain sempurna, hidup gue enggak?”
Jawabku “The only thing you have to be by the age of 30 is yourself!”

Mungkin kita pun pernah, atau mungkin sedang mengalami hal serupa. Insecure dengan diri sendiri. Kebanyakan dari kita menghabiskan usia dua puluh hingga tiga puluhan tahun merasa insecure dan stress, karena selalu berusaha untuk menjadi sempurna, baik dalam pekerjaan, memilih pasangan, bahkan penampilan. Kenapa? Karena tanpa disadari kita begitu kawatir tentang apa yang orang pikirkan tentang kita.
 Tentang penampilan kita, badan yang menggendut, perut yang sudah mulai buncit, pakaian yang serasa itu-itu saja, pekerjaan yang kurang menjanjikan, serasa semua salah dimata kita, sedangkan kehidupan orang lain terlihat sempurna.
Kitapun mulai diet ketat supaya bisa punya bodygoals kayak si A, dan mulai menghabiskan gaji untuk membeli pakaian, tas, sepatu agar penampilan makin kece kayak si B, bisa traveling keliling dunia ala-ala selebgram. Kita mengejar kesempurnaan demi mendapat acceptance dari society. Sampai akhirnya kita pun lelah mengejar kesempurnaan. Hidup dan berkat yang kita terima serasa tak pernah cukup.
Mau tau fakta yang sebenarnya? Faktanya adalah, apapun yang kita lakukan, apapun pencapaian kita, bagaimapun bentuk badan kita, pakaian apa yang kita pakai, bagaimanapun perjuangan kita untuk menjadi sempurna, tidak ada yang benar-benar peduli dengan hal itu. Nobody was ever thinking about you, anyhow. They aren’t. They weren’t. They never were.
Bahwa sesungguhnya, People are mostly just thinking about themselves. Orang-orang kebanyakan hanya memikirkan diri mereka sendiri. Mereka sudah terlalu sibuk dengan ‘medan perang masing-masing.’ Sehingga mereka sudah tidak punya waktu untuk memikirkan dan kawatir tentang apa yang kita lakukan, atau seberapa baik kita melakukannya, karena mereka semua terjebak dalam drama mereka sendiri.
Jadi, mulai sekarang, berhentilah membandingkan, berhentilah mengkawatirkan apa yang dipikirkan orang lain. Jangan lagi cemas dan merasa tidak nyaman dengan diri sendiri. Jadilah apapun yang kita inginkan. Buat apa pun yang ingin kita buat, dan biarkan itu berjalan apa adanya, tanpa terlalu mengejar kesempurnaan.
Karena, apa yang kita pikirkan tentang diri kita, itu jauh lebih penting daripada apa yang orang pikirkan tentang kita.

Thursday, 25 October 2018

Welcome to Society

Welcome to society. We hope you enjoy your stay, and please feel free to be yourself. As long as it's in the right way. Make sure you love your body, not to much or we'll tear your down, We'll bully you for smiling, And then wonder why you frown (Kim Santiago)



Pernah gak sih kita mendapat komentar dari seseorang, “eh…kok lo gendutan sih sekarang? Anak gadis gak boleh gendut-gendut. Harus dikontrol makannya.” atau “Ih, kenapa potong rambut? Cewek kan lebih cantik kalau rambut panjang.” Stereotipe tentang perempuan cantik di Indonesia seringkali diidentikan sebagai perempuan yang memiliki tubuh langsing, rambut panjang dan kulit putih. Karenanya gak heran kalau wanita berlomba-lomba melakukan segala cara, mulai dari diet ketat, olah raga, rajin ke salon, agar  lulus mendapat predikat ‘cantik’ di mata masyarakat luas.  
Dari mana berbagai stereotipe tentang perempuan muncul? stereotipe muncul dan dikonstruksikan oleh lingkungan kita. Perempuan memang tak pernah lepas dari penilaian, dari konstruksi. Konstruksi ini pun merasuk dalam seni dan kebudayaan sehari-hari. Masih ingat lukisan Monalisa karya Leonardo da Vinci? Lukisan tersebut merupakan salah satu konstruksi perempuan pada masa Revolusi Industri. Sedangkan pada jaman modern ini konstruksi citra perempuan tergambar nyata dalam boneka Barbie, langsing, kaki jenjang, rambut panjang dan fashionable.
Berbagai macam produk kebudayaan dan seni, memproyeksikan pola pikir masyarakat pada tubuh perempuan. Pada rambut yang harus lurus dan panjang, pada mata yang harus lentik, pada bibir yang harus memerah ranum dan pada tubuh yang harus tinggi dan langsing. Nah, berbagai stereotipe terhadap perempuan tersebut kemudian dibesarkan oleh industri media.
Media menjadi alat yang sempurna untuk menyebarkan hegemoni sang penguasa kepada masyarakat. Siapa penguasa yang dimaksud? Pemilik modal, pengusaha berbagai macam produk-produk kecantikan, obat pelangsing, pemutih kulit, berbagai macam alat pelurus/pengriting rambut, dan masih banyak lagi bisnis di dalamnya. Althusser menyatakan bahwa media dalam konteks ideologi modern sebagai ideology state apparatus. Dalam hal ini media tidak hanya bersifat persuasif tetapi juga sebagai media propaganda yang melegitimasi fungsi dan ideology tertentu. Berarti media juga berperan mentransfer ideologi dominan terhadap kelompok sosial dominan.
Stereotipe yang telah dibesarkan oleh media yang melekat pada perempuan ini kemudian menimbulkan sejumlah persoalan baru yang terjadi di masyarakat. Misalnya, perempuan mengalami berbagai hambatan karena nilai-nilai yang melekat dalam masyarakat membatasi akses dan kesempatannya. Stereotipe ini melestarikan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan, dan industri media kita merupakan propagandis terdepan dalam mengkampanyekan stereotipe tersebut.
Akibat terburuk dari stereotipe yang berkisar dalam hal kecantikan adalah, membuat perempuan membenci tubuhnya. Para perempuan membenci wajahnya yang kurang cantik, kakinya yang kurang panjang dan tubuhnya yang terlalu gemuk. Akibatnya, perempuan menjadi pemimpi—ingin berubah wujud menjadi tubuh yang diinginkan industri. Karena prasyarat cantik inilah yang kemudian digunakan untuk menentukan identitas seseorang.
Dari keprihatinan dengan semakin banyaknya iklan ataupun media massa yang mengeksploitasi perempuan, maka muncullah gerakan di media sosial sebagai supporting campaign bagi perempuan di seluruh dunia untuk melawan eksploitasi perempuan dalam iklan dan media massa, yaitu : #notbuyingit
Dengan # (tanda tagar/hashtag) notbuyingit di media sosial twitter dan instagram, kampanye ini menyuarakan ketidaksetaraan gender, stereotipe dan diskriminasi terhadap perempuan dalam promosi atau iklan dengan mengobjektifitasikan tubuh wanita. Gerakan kampanye dengan tagar ini berhasil mencegah beberapa perusahaan (termasuk di Indonesia) untuk membuat iklan dengan mengobjektifikasi tubuh wanita.
Seperti halnya puisi Kim Santiago diatas, Make sure you love your body, not to much or they'll tear your down. Kita harus mencintai diri kita sendiri, harus mampu menjadi diri kita sendiri dan berkarakter. Jangan sampai stereotipe yang berkisar tentang kecantikan tersebut membuat kita membenci tubuh kita sendiri, dan mati-matian merubah diri kita menjadi apa yang dikonstruksikan oleh media dan lingkungan. Ingatlah bahwa setiap perempuan diciptakan cantik adanya, yang terpenting adalah, kita harus memiliki behavior yang bagus, berpendidikan, rajin olah raga dan menjaga kesehatan, otomatis kecantikan dari dalam akan terpancar dengan sendirinya.

Thursday, 18 October 2018

Perempuan dan Stereotipe Gender


Tinggal di kota besar dan lingkungan yang modern ternyata tidak menjamin pemikiran orang-orang di dalamnya juga maju, justru masih banyak yang memiliki stereotip konservatif di dalamnya. Overheard meja sebelah saat makan siang di sebuah restoran daerah Jakarta Pusat, “Perempuan gak usah sekolah tinggi-tinggi lah, apalagi ngejar karier. Nanti habis nikah juga tinggal di rumah, urus keluarga.” Kata seorang pria di meja sebelah, sambil tertawa. Pernahkah orang sekitarmu mengatakan hal tersebut? Kalau pernah, berarti lingkunganmu masih memiliki stereotipe konservatif mengenai perempuan.  
Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini, perempuan masih banyak “terkekang” oleh berbagai stereotipe yang ada, tidak hanya di daerah, namun di kota-kota besar yang notabene masyarakatnya lebih modern ternyata masih juga memiliki stereotipe yang salah mengenai perempuan.
Kapan perempuan pertama kali mendapatkan stereotipe? sebagai orang yang mudah menangis, lemah, tidak mandiri, tidak perlu karier dan pendidikan tinggi? Sejak ia lahir dan mengenal lingkungannya, atau sejak lingkungan membentuknya pada konstruksi hierarki gender yang melekat? Stereotipe ini memproyeksikan pola pikir masyarakat terhadap perempuan.
Beruntung saya dibesarkan di keluarga dan lingkungan yang sangat demokratis dan jauh dari berbagai stereotipe, saya dibebaskan untuk bersekolah dimanapun sampai tingkat manapun, dan bebas mengajar cita-cita apapun yang saya mau, termasuk masalah pilihan pendamping hidup dan pernikahan.  Namun, berapa banyak perempuan yang seberuntung itu dibesarkan di lingkungan yang terbebas dari berbagai macam stereotipe yang mengekangnya? Saya rasa tidak banyak.
Sebagian besar stereotip menghalangi kaum perempuan menjadi pribadi yang lebih mandiri, lebih berkembang dan bebas menjadi apa yang benar-benar dia inginkan. Sebagai contoh, meski tidak selalu terucap, namun anggapan kalau pendidikan dan karier itu hanya milik lelaki masih cukup kuat di Indonesia. Sementara perempuan nantinya akan mengurus rumah tangga yang artinya tidak perlu bersusah payah membangun karier. Lalu apakah anggapan tersebut benar? Tentunya tidak. Sebagai perempuan kamu berhak kok mengejar apapun mimpimu, termasuk soal karier. Entah itu bekerja di perusahaan besar, menjadi pekerja seni, entrepreneur, dan profesi lainnya selama kamu mau. Asalkan kamu mau melakukan tindakan nyata, karier cemerlang tak hanya jadi milik laki-laki tapi juga perempuan.
Gimana dengan Pendidikan? Well, menurut saya pendidikan itu jauh lebih penting dari apapun. Bukan cuma untuk mengejar karir. Pendidikan tinggi itu berguna membantumu mencari solusi saat ada masalah, mendidik anak, atau menolong lingkungan sekitar melakukan perubahan. Jadi terlepas akan berkarir atau tidak, pendidikan yang memadai wajib untuk setiap perempuan.
Sebagai penutup, saya ingat ayah saya pernah berpesan kepada saya seperti ini, “Mungkin dunia akan memandang kamu sebelah mata karena kamu perempuan, tapi yakinlah kamu lebih hebat dari apapun yang mereka pikirkan tentang kamu. Make me proud, even you are a woman. Don’t let people tell you who you are and who you can be.”


Tuesday, 10 April 2018

Budaya Internet dan Globalisasi

Source pinterest

The world is flat! dunia semakin datar. Jarak bukanlah menjadi kendala untuk berkomunikasi dan mengakses informasi. Kelahiran internet telah membuka mata dunia, berbagai informasi mulai dari politik, ekonomi, sosial hingga fashion dari belahan benua lain sekalipun dapat diakses hanya dengan hitungan detik saja. Bayangkan saja, model fashion terbaru musim ini dari Domenico Dolce dan Stefano Gabbana, Marc jacob, ataupun Christian Dior dari pusat mode dunia di Paris, Italia, ataupun Milan, dapat kita ketahui hanya dengan hitungan detik saja melalui internet, tanpa kita harus bersusah payah pergi ke Paris, Italia ataupun Milan untuk melihatnya.

Model-model baju terbaru, model sepatu, trent rambut dunia yang sedang populer saat ini, makanan tradisional dari belahan dunia manapun, kendaraan terbaru, perangkat teknologi tercanggih, budaya-budaya populer seperti K-Pop, dalam hitungan hari semua itu dapat menjadi tren dunia, dapat diterima dan diadopsi secara global. Tren dunia tersebut akhirnya masuk dan diterima secara global menjadi tren karena peran media massa dan internet, film, ataupun buku yang menyebarkannya. Hal tersebut disebut sebagai globalisasi. Globalisasi yaitu perubahan budaya terkait dengan teknologi, informasi, komunikasi dan gaya hidup, yang memiliki sifat menyeluruh, diterima di seluruh belahan dunia manapun.
Dalam sejarahnya, globalisasi, pertama kali diungkapkan oleh Theodore Levitte pada tahun 1985, dalam hal ini globalisasi menunjuk pada sistem politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Sekitar tahun 1985 globalisasi mulai muncul dengan adanya revolusi elektronik dan disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi elektronik pada waktu itu dapat melipatgandakan akselerasi komunikasi, transportasi, produksi, dan informasi. Sedangkan disintegrasi negara-negara komunis, menjadi motor globalisasi karena disintegrasi negara komunis memungkinkan kapitalisme Barat menjadi satu-satunya kekuatan yang memangku hegemoni global pada waktu itu.
Globalisasi semakin meluas hingga ke seluruh dunia ditandai dengan perkembangan teknologi komunikasi, informasi, dan transportasi. Sehingga, globalisasi telah membawa perubahan perilaku terhadap kehidupan masyarakat, baik di bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Salah satu contoh globalisasi adalah dalam bidang komunikasi. Friedman (2005) menyebutkan globalisasi komunikasi adalah kemampuan untuk menyediakan dan mengakses informasi dalam berbagai latar belakang budaya dengan cara berbicara, mendengarkan, atau membaca dan menulis. Di era globalisasi ini, kemampuan bahasa global (bahasa Inggris, Mandarin) sangat diperluakan untuk pergaulan Internasional, terutama untuk urusan bisnis, kerjasama kenegaraan, ataupun pendidikan dan penelitian.
Bentuk globalisasi selanjutnya adalah globalisasi media. Globalisasi media massa yaitu persebaran atau serbuan media massa baik surat kabar, majalah, televisi ataupun radio ke seluruh dunia. Apabila globalisasi media tidak diantisipasi dengan baik, akan terjadi benturan antar budaya lokal dari luar negeri yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Contoh globalisasi media yang mulai masuk ke Indonesia yaitu munculnya majalah-majalah Amerika dan Eropa versi Indonesia seperti : majalah Playboy, Cosmopolitan, Spice, FHM (For Him Magazine), Good Housekeeping, Trax dan sebagainya. Demikian halnya dengan acara televisi dan radio, di Indonesia telah banyak program-program acara produksi Amerika, Eropa dan beberapa negara Asia versi Indonesia, seperti tayangan Indonesian Idol, X-Factor, Mater Chef, drama korea, telenovela, dan lain sebagainya.
Selain globalisasi komunikasi dan globalisasi media, globalisasi teknologi juga memberikan efek besar terhadap perubahan budaya dan kemajuan bidang ekonomi suatu Negara. Globalisasi teknologi yaitu lahir dan berkembangnya berbagai macam teknologi yang memudahkan pekerjaan manusia, teknologi baik dalam bidang komunikasi, pertanian, ataupun industri. Masuk, berkembang dan diadopsinya berbagai macam perangkat teknologi ke Indonesia menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Negara. Sebut saja berbagai macam perangkat teknologi komunikasi buatan Amerika seperti iPhone, iPad, iPod, dan Negara Korea dengan produk Samsung android yang merajai pasar dunia. Adanya perkembangan teknologi komunikasi tersebut menjadikan jarak tak berarti. Setiap orang bisa berkomunikasi dan mengakses informasi dimanapun dan kapanpun juga secara cepat dan mudah.
Globalisasi lahir sebagai perwujudan upaya atau  respon manusia untuk dapat menaklukkan dan mengolah alam dan segala tantangan dunia (challenge) demi kelangsungan hidupnya. Globalisasi semakin berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi. Sehingga dapat mempermudah kerja manusia, secara efesien dan produktif
Sering kita mengidentikkan globalisasi dengan perkembangan dalam bidang ekonomi, Namun walaupun demikian, secara tidak langsung globalisasi juga mempengaruhi transformasi masyarakat menuju cybercultureGlobalisasi merupakan salah satu pendorong berkembangnya cyberculture (budaya cyber/internet). Cyberculture menurut Manovich dalam buku The New Media Reader adalah budaya yang muncul dari penggunaan jaringan komputer untuk komunikasi, hiburan dan bisnis. Cyberculture menyangkut hubungan antar manusia, komputer dan kepribadian yang dilakukan di dunia maya.
Beberapa ciri cyberculture yang berkembang di Indonesia dapat diketahui sebagai berikut: komunikasi global berkembang sangat cepat, meretas batasan jarak dan waktu, dapat dilihat dari perkembangn barang-barang seperti munculnya media digital, telpon selulertelevisi satelit,  dan internet; Perdagangan internasional, perusahaan multinasional dan dominasi organisasi semakin berkembang dan menjadikan pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung satu dengan yang lain; Media massa menjadi pendorong tumbuhnya interaksi cultural antar bangsa. Berbagai macam budaya asing mulai masuk dan berkembang di Indonesia, misalnya dalam bidang  fashionmakanan, lagu dan film.
Globalisasi  dan cyberculture mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. Seperti yang disampaikan oleh Friedman di buku The World Is Flat bahwa globalisasi berkembang dalam tiga era, yaitu globalisasi 1.0, globalisasi 2.0 dan globalisasi 3.0.
Pertama kali muncul adalah globalisasi 1.0, yaitu merupakan globalisasi negara. Globalisasi web 1.0 dimanfaatkan untuk kepentingan Negara. Pemerintah dan lembaga terkait beperan penting sebagai pengguna dan pengembang teknologi komunikasi. Segala bentuk media teknologi komunikasi yang ketika itu masih web 1.0 yang masih bersifat satu arah, dimaksimalkan oleh Negara untuk mengirim informasi dalam bentuk elektronik mail antar negara ataupun antar pejabat kenegaraan.
Selanjutnya berkembang globalisasi 2.0, yang disebut sebagai era globalisasi perusahaan. Web 2.0 yang bersifat dua arah, telah menjadi bagian terpenting bagi perkembangan bisnis perusahaan. Aktivitas ekonomi komunikasi seperti perjanjian jual-beli, tawar menawar harga, promosi, pemasaran tidak hanya terjadi secara fisik, namun dapat dilakukan secara online dengan media internet. Sehingga kegiatan bisnis menjadi semakin luas tak terpancang jarak dan waktu. Sehingga mulai muncullah e-marketing, e-advertising, e-public relations, e-banking, sebagai bagian dari globalisasi 2.0.
Globalisasi 2.0 belum merata dirasakan hingga ke daerah-daerah terpencil di Indonesia, namun kini sudah mulai muncul dan berkembang era globalisasi 3.0, Friedman menyebutnya sebagai globalisasi individu. Globalisasi 3.0 merupakan pemberdayaan individu, dimana individu sangat dimudahkan oleh kecanggihan web 3.0 (web semantik). Dalam hal ini web 3.0 dengan pintar dapat memprediksi, memberikan rekomendasi dan menyediakan berbagai aplikasi sesuai kebutuhan masing-masing individu, sehingga masing-masing individu tersebut dapat memiliki media untuk menyalurkan bakat minatnya dan semakin kreatif mengembangkan potensi pribadinya.
Globalisasi tidak hanya memberikan pengaruh kepada kehidupan masyarakat Indonesia, namun juga merata bagi masyarakat dunia. Tidak ada lagi batas-batas penghalang aktivitas komunikasi antarindividu ataupun kelompok. Globalisasi telah menjadi jendela dunia yang menyediakan berbagai informasi dari berbagai Negara di seluruh penjuru dunia. Berbagai macam informasi diproduksi dan dikonsumsi dari satu tempat ke tempat lain. Bagai pisau bermata dua, banyak hal positif dari pengaruh globalisasi, namun juga tidak sedikit hal negatif yang terkandung di dalamnya. Sehingga membutuhkan kedewasaan dan kebijaksanaan kita untuk dapat menyaring informasi yang pantas dan tidak pantas untuk kita konsumsi.

Buku Acuan
Dominick, J. R. (2008). The Dynamics of Mass Communication: Media in the Digital Age, Tenth Edition, McGraw-Hill, International Edition
Friedman, Thomas. (2005). The World Is Flat: A Brief History of the Twenty-first Century, Farrar Straus and Giroux (USA)
Littlejohn, S.W. (2010). Theories of Human Communication, Belmont, CA: Wadsworth
 Manovich, Lev. "New Media From Borges to HTML." The New Media Reader. Ed. Noah Wardrip-Fruin & Nick Montfort. Cambridge, Massachusetts, 2003. 13-25.
Toffler, Alvin. (1980). The Third Wave. Bantan Books (USA)





Thursday, 5 April 2018

As We May Think

Illustration by Rachel Levit

Like any people living in the age of information superhighway, sepertinya saya pun tak bisa lepas dari kebutuhan akan tautan informasi pada jaringan internet (world wide web). Keberadaan internet sudah menjadi bagian vital dalam hidup saya, kalau diibaratkan mungkin internet bagi saya sepertihalnya oksigen untuk bernafas dan air untuk saya minum, sevital itulah kira-kira (iya tahu, saya memang lebay :p). Karena merasa terbantu sekali dengan jaringan internet dan website, sayapun tertarik untuk mengulas salah satu artikel klasik karya Vannevar Bush tahun 1945, yang berhasil meramalkan kemunculan new media.
Adalah “As We May Think”, yaitu artikel klasik yang ditulis oleh Vannevar Bush tahun 1945 di majalah Atlantic Monthly. Bush menyebutkan bahwa manusia harus membangun peradabannya sendiri, manusia harus memesinkan segala catatannya, dimana manusia tak harus terkendala dengan ingatan pendeknya sendiri.
As We May Think telah menginspirasi terciptanya internet dan world wide web (website). Jauh sebelum internet ditemukan, Vannevar Bush dalam artikelnya tersebut telah memprediksi tingkah laku manusia ketika masuk era new media, baik itu dari sisi positif maupun negatifnya. Menurutnya, human mind bekerja berdasarkan asosiasi (assosiation). Dengan sebuah data (informasi) dipegang, maka ia akan meyambung dengan informasi berikutnya yang terasosiasi dengan data sebelumnya.
Siapa sih Vannevar Bush? Dia adalah seorang insinyur dan ilmuwan berkebangsaan Amerika yang dikenal karena pencapaiannya pada bidang komputasi analog. Ia menemukan 50 buah penemuan antara lain komputer analog yang ia beri nama Differential Analyzer (alat penganalisis aljabar tinggi), yang mampu menghitung persamaan aljabar tinggi. Tahun 1945 Bush menulis artikel berjudul As We May Think di majalah Atlantic Monthly, tulisannya tersebut sangat popular dan menjadi cikal bakal munculnya era new media.
As We May Think menjadi popular karena disebut-sebut sebagai artikel yang berhasil meramalkan beberapa jenis teknologi masa kini diantaranya : Hypertextpersonal computerinternetspeech recognition bahkan hingga ensiklopedia daring seperti Wikipedia. Dalam artikelnya, Bush mendeskripsikan sebuah mesin teoretis bernama Memex (Memory Extender), sebuah mesin mekanis yang berfungsi sebagai peranti penyimpanan dan pengambilan informasi.
Seperti ibarat otak manusia yang membentuk memori melalui asosiasi neuron, memex juga memanfaatkan teknologi microfilm sebagai media penyimpanan dimana pengguna dapat menghubungkan dokumen-dokumen yang tersimpan pada Memex.
Secara fisik memex dideskripsikan terdiri atas sebuah meja yang dilengkapi dengan layar, keyboard, tombol dan pengungkit (lever) serta tempat penyimpanan microfilm. Informasi yang tersimpan dalam microfilm dapat diakses dengan cepat dan ditampilkan melalui layar yang disediakan. Bush menyebut konsep ini sebagai “associative trails”, setiap trail nantinya dapat dilengkapi dengan komentar tambahan untuk memperjelas hubungan antar dokumen yang dihubungkan.
Ilustrasi bentuk Memex yang menggunakan meja, layar dan keyboard dapat dikatakan mirip dengan bentuk personal computer masa kini. Konsep Associative trail yang Bush usulkan mirip dengan teknologi hypertext yang muncul pada era 60-an, dan juga bentuk dari tautan informasi pada jaringan Internet (world wide web). Secara eksplisit Bush dalam artikel tersebut juga meramalkan dengan sangat dekat akan kemunculan ensiklopedia-ensiklopedia yang lengkap dengan “associative trail” dan dapat digabungkan satu sama lain, mirip dengan apa yang ditawarkan wikipedia saat ini.
Dalam artikelnya, Vannevar Bush juga mengungkapkan tentang keprihatinannya akan arah tujuan usaha penelitian di bidang sains lebih pada kehancuran, karena masa itu penelitian dipusatkan untuk pengembangan senjata dan strategi perang, dibandingkan untuk tujuan pemahaman dan mencari penjelasan rinci dengan mesin memori kolektif dengan konsep “memex”, yang akan membuat berbagai pengetahuan menjadi accessible, dan dapat membantu menyelesaikan berbagai permasalahan manusia.
Setelah perang dunia ke dua berakir, penelitian di bidang sains semakin dikembangkan. Demikian halnya dengan penelitian pada jaringan internet dan website juga semakin berkembang pesat. Seperti apa perkembangan dan dampak internet bagi dunia? akan saya tulis di tulisan saya selanjutnya 😉
Itulah sedikit tulisan tentang ‘As We May Think, artikel klasik yang ditulis oleh Vannevar Bush tahun 1945 di majalah Atlantic Monthly, yang memprediksi tingkah laku manusia ketika masuk era new media, hingga akhirnya prediksi tersebut menjadi nyata sejak jaringan internet dan website ditemukan tahun 1990an, dan semakin berkembang hingga sekarang.

Tuesday, 6 March 2018

Kamu, Kapan Nikah?



We are pretty outstanding woman, don’t worry. The world is so big. There are so many different ways to live. A person don’t have to be married to be happy

Sebagai wanita yang hampir masuk usia kepala tiga (30 tahun +) dan belum menikah, saya bisa merasakan ‘penderitaan’ teman-teman seusia saya yang belum menikah atau bahkan belum memiliki pasangan, yang merasa tertekan ketika selalu ditanya ‘kapan nikah?’ baik oleh keluarga ataupun lingkungan sekitarnya. Awalnya kesal, sebel, risih karena ditanya-tanya terus, tapi lama-kelamaan saya cuek menanggapinya.
Beruntung, karena saya mempunyai ibu yang tidak pernah menuntut saya, dalam dalam hal apapun, termasuk urusan kapan saya akan menikah dan dengan siapa saya akan menikah nanti. Justru ibu pernah bilang kepada saya bahwa, menikah itu bukanlah satu-satunya tujuan hidup manusia. Masih banyak hal lain yang juga harus diperjuangkan. Ibu bukan bermaksud mengatakan kalau nikah itu bukan hal yang penting, tetapi maksudnya adalah, tidak usah terlalu dirisaukan dan dipikirkan kapan kamu akan menikah, menikahlah ketika kamu benar-benar siap untuk menikah. Dia yang menciptakan kamu dan membentuk hati kamu, lebih tahu isi hati kamu, dan akan mendekatkan jodoh yang tepat ketika kamu benar-benar siap untuk menikah.
Di suatu malam, ibu yang waktu itu mengetahui kegalauan hati saya, mengirimkan sebuah tulisan mengenai ‘alasan menikah’ melalui pesan WhatsApp, baiklah, saya akan membagikannya untuk teman-teman yang juga merasakan kerisauan mengenai ‘kapan akan menikah?,’ dan ‘dengan siapa akan menikah nanti’
Ketika kamu akan menikah, coba dicek lagi, apa alasan kamu akan menikah?
Jangan menikah hanya karena merasa ‘sudah umurnya menikah’ atau merasa sudah semakin tua,
Jangan menikah karena kamu merasa kesepian dan butuh seseorang untuk menemanimu setiap saat,
Jangan menikah karena kamu membutuhkan support keuangan dari pasangan kamu (masalah ekonomi),
Jangan menikah karena kamu ingin membalas dendam dengan mantan pasangan kamu yang telah menikah duluan,
Jangan menikah karena kamu takut kehilangan orang yang kamu sayangi,
Jangan menikah hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan seksual,
Jangan menikah hanya karena tekanan dari keluarga atau lingkungan sekitar kamu,
Jangan menikah karena semua teman-temanmu sudah menikah.
Menikahlah karena kamu memang telah benar-benar siap menikah. Menikahlah karena memang kamu benar-benar mencintai pasangan kamu, dan merasa mantab untuk melangkah ke jenjang pernikahan dengannya, menjadi teman hidup hingga diusia senja.
Dia yang ingin kamu nikahi adalah dia yang semakin hari semakin membuatmu jatuh cinta, selalu membuatmu bahagia ketika didekatnya. Dia mungkin tidak sempurna, namun dia menyempurnakan hidupmu. Dia yang ingin kamu nikahi adalah dia yang menjadi partner terbaik dalam hidupmu, saling mendukung dan bertumbuh dalam iman bersama-sama. Kadang memang terjadi pertengkaran kecil, namun akan selalu ada jalan untuk bersama kembali, melangkahkan kaki seiring sejalan kembali. Begitulah seharusnya J
Jadi, untuk kamu yang sekarang belum menikah, atau sudah memiliki pasangan namun belum juga menikah, atau bahkan memilih untuk tidak menikah, janganlah risau dengan tekanan di lingkungan kamu, ingat satu hal bahwa kita adalah pilot dalam hidup kita sendiri, bukan orang lain yang mengatur hidup kita. Kita sendiri yang memilih kemana akan melangkah. Kita yang memilih bagaimana kita akan merancang bahagia kita masing-masing. Mengutip quotes favorit saya dari Banksy, Not everyone will understand your journey. That’s okay. You’re here to live your life, not to make everyone understand. J

FORMULA KEBERUNTUNGAN

The best luck of all is the luck you make for yourself (Douglas MacArthur)   Kita mungkin pernah tau bahwa di dunia ini ada jenis manusi...