Thursday, 25 September 2014

WITH GOD STILL I RISE

You may not control all the events that happen to you, but you can decide not be reduced by them

Saya lebih suka memandang segala kejadian dalam hidup saya dari segi positif, tapi saya juga cukup realistik mengakui bahwa hidup itu cukup kompleks untuk dijalani. Saya merasa, saya sudah cukup berhati-hati dalam bertindak, berfikir, bertutur kata terlebih dalam mengambil keputusan. Saya pun juga bisa dikategorikan memiliki standar orang baik seperti yang sering disebut di buku PPKN waktu SD, jalan saya lurus, tidak pernah bikin ulah, rajin ke gereja, pinter sekolahnya, nurut dengan orang tua, suka menolong sesama, no drugs, no alcohol, dan lain sebagainya, namun ternyata hidup lurus bukanlah jaminan hidup kita akan tanpa masalah, tanpa air mata, dan tanpa perjuangan. Justru menjadi orang baik itu memang banyak sekali cobaannya.

Sudah sekitar satu jam saya duduk di tempat ini, mata saya terpejam dan masih sedikit sembab. Pagi ini sebelum berangkat kerja, memang saya sengaja mampir ke tempat ini, mampir ke Gereja yang letaknya memang tidak begitu jauh dari kantor saya. Saya pikir, mungkin berdoa akan membuat saya lebih tenang. Mungkin ketidaktenangan saya karena saya belum bisa berdamai dengan diri saya dan dengan Tuhan. Saya merasa bersalah dengan Tuhan karena sering menyalahkan Tuhan dengan kejadian-kejadian diluar kontrol saya.  
Saya sadar bahwa selama ini saya terlalu menuntut Tuhan, setiap hari berdoa bukan untuk bersyukur tapi hanya untuk memohon, memohon agar selamat, sehat, kerjaan lancar, dapat jodoh yang baik, selalu memohon, bahkan terkesan sampai memohon-mohon agar permohonan saya dikabulkan, kehendak saya dituruti. Selama ini ego saya selalu muncul ketika berdoa, selalu mengatur Tuhan, dan kecewa ketika permohonan tidak dikabulkan. Saya sadar itu salah.
Untuk saat ini, dan mulai detik ini, saya akan lebih berpasrah, benar-benar memposisikan diri saya sebagai mahkluk ciptaanNya. Biarkan semua terjadi sesuai kehendak dan rancanganNya. Saya yakin, seberat apapun beban dan ujian dalam hidup, saya pasti bisa bertahan. Dari segala permasalahan yang bahkan mustahil untuk ada jalan keluarnya, semua pasti dapat selesai dengan baik. Saya selalu percaya kekuatan doa. Saya percaya doa bila diiringi kesabaran dan optimis, segala perkara pasti bisa diselesaikan. Bahkan, kita tidak perlu memohon, Tuhan pasti akan memberikan sesuatu yang bahkan lebih baik dari apa yang kita inginkan sebelumnya.


Kita mungkin memang tidak bisa mengontrol kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidup kita, tapi paling tidak, janganlah kita berkecil hati, apapun agama dan kepercayaan kita, pakailah doa sebagai perisai dari segala ketidakpastian dunia. Apapun yang terjadi seburuk apapun itu, tetap bertekun dalam doa, berjuang dan dihadapi dengan optimis. I belive that God will always be with you, your struggles make you stronger and the changes make you wise.

Wednesday, 17 September 2014

MASTER OF LOVE

We Become What We Repeatedly Do

Waktu kecil dulu, ketika sedang menghadapi masalah, mungkin kita sering marah-marah karena jengkel. Marah menjadi pelampiasan emosi. Setelah marah, hati menjadi lebih lega. Lama-kelamaan, seperti candu, kitapun seakan terbiasa untuk menyelesaikan masalah dengan marah.
Ketika sesuatu tidak sesuai dengan kehendak hati, kita marah, ketika orang lain berbuat salah kepada kita, kita marah, ketika kita mendapati seseorang tidak menepati janji, kita marah. Bahkan kadang kita marah tanpa sebab yang jelas. Marah seakan-seakan sudah menjadi hal yang biasa dan wajar karena sudah terlalu sering dipraktekkan dan menjadi kebiasan, kebiasaan kemudian membentuk karakter kita, yaitu karakter pemarah.  Sampai akhirnya kita menjadi  master of anger.
Seperti halnya drama dalam kehidupan, tidak hanya master of anger, bisa saja kita menjadi ‘master-master’ yang lainnya. Misalnya, master of sadness, karena kita terlalu terbiasa menjadi seorang penyedih, terlalu sensitif. Segala sesuatu didramatisir, seakan-akan menjadi makhluk yang paling sedih di muka bumi ini. Master of jealous, karena terlalu pencemburu. Bahkan bisa cemburu dan curiga tanpa sebab. Master of  lying, karena terlalu terbiasa dan ahli dalam berbohong. Dia akan menutupi kebohongan yang dia buat dengan kebohongan-kebohongan yang lainnya, dan itu tak akan ada habisnya. Semakin sering kita mempraktekkannya, kita menjadi semakin ahli melakukannya, hingga akhirnya kita bisa disebut ‘master.’
Demikian halnya dengan cinta (love), kita bisa disebut sebagai Master of Love apabila kita ahli mempraktekkan ‘cinta’ dalam hidup sehari-hari. Kuncinya agar kita semakin ahli adalah, kita harus semakin sering mempraktekkannya dan semakin rutin. Apa saja yang perlu dipraktekkan? Yang perlu dipraktekkan adalah komponen-komponen dari cinta itu sendiri, yaitu : Kesetiaan, kejujuran, kepercayaan, intimasi, dan komunikasi. Jika kita bisa melakukannya dengan berkesinambungan, tetap, dan bukan merupakan akting semata, maka kita bisa disebut sebagai ‘master of love’.
Gampang untuk diucapkan, namun sulit untuk dipraktekkan : Kesetiaan, kejujuran, kepercayaan, intimasi, dan komunikasi. Mungkin sekilas terlihat klise, tapi memang ke-5 hal tersebut menjadi dasar untuk harmonisnya sebuah hubungan, hingga kita bisa disebut sebagai ‘master of love’. Tentu saja dalam hal ini, dibutuhkan dua belah pihak untuk berkomitmen menepati ke-5 hal tersebut. Kalau hanya satu pihak saja yang mempraktekkannya, sedangkan pasangannya tidak, maka pasti ada pihak yang merasa tersakiti. Misalnya saja, betapa mudahnya sebuah janji tak ditepati, betapa mudahnya sebuah kepercayaan disalahgunakan, betapa kebohongan sudah menjadi hal yang biasa dilakukan untuk menutupi kebohongan yang lain. Itulah awal dari kehancuran hubungan.
Siapapun pasti bisa menjadi master of love, siapapun, tanpa kecuali, tidak harus seorang yang jago bikin puisi, atau pintar merancang makan malam yang romantis, namun cukup berkomitmen mempraktekkan komponen-komponen cinta yang telah disebutkan diatas tadi, secara rutin, setiap hari, secara berkesinambungan. Hingga akhirnya kita pun semakin ahli, dan dapat disebut sebagai ‘master of love.’

Mengutip kata-kata Sean Covey, we become what we repeatedly do. Jadi, lebih baik kita rutin melakukan hal-hal positif daripada melakukan hal-hal negatif. Hal-hal positif akan menjadikan kebiasaan positif, kebiasaan positif akan membentuk karakter positif. Karakter positif akhirnya akan menjadikan jalan hidup kita pun positif. We become what we repeatedly do.

Monday, 15 September 2014

LET IT BE

I have learned that no matter what happens, or how bad it seems today, life does go on, and it will be better tomorrow (Maya Angelou)

     Masalah. Tak ada seorangpun di dunia ini yang dapat menghindarinya. Saya percaya seperti halnya kebahagiaan, masalah ataupun ujian pasti akan datang tepat pada waktunya. Yang diatas sana, apapun sebutannyapasti sudah mengatur sebaik mungkin hidup kita, saat kapan badai ujian itu datang dan kapan badai itu akan berlalu.
     Mengapa masalah dan ujian harus datang? Manusiawi, apabila setiap manusia menghadapi masalah atau ujian. Tujuannya adalah agar kita semakin bertumbuh dan semakin dewasa sebagai manusia. Dengan adanya ujian dan masalah, kita belajar untuk menjadi kuat, tegar dan lebih bijak dalam mengambil keputusan. Untuk saya pribadi, masalah dan ujian justru semakin membuat saya semakin dekat dengan Tuhan, dimana saya benar-benar merendahkan diri saya sebagai manusia yang kecil dan lemah, dan menyerahkan semuanya ke tangan pencipta saya.
     Let it be, jika memang sudah saatnya terjadi, terjadilah. Seberapapun buruknya yang terjadi, semua akan terasa lebih ringan ketika kita lebih berpasrah dan bersyukur. Mungkin ini memang harus menggunakan kacamata iman, kita harus percaya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, tapi secara logika, kita bisa percaya bahwa meletakkan beban kita dan lebih berpasrah itu jauh terasa lebih ringan daripada kita terus memikirkan masalah kita hingga menguras energi, bahkan hingga jatuh sakit. Let it be! Just carry on, itu kuncinya.
     Saya selalu suka kutipan kata-kata Maya Angelou, I have learned that no matter what happens, or how bad it seems today, life does go on, and it will be better tomorrow. Hidup memang selalu berjalan, senang dan sedih silih berganti, saya tahu bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita, atau bahkan seberapa buruk yang terjadi pada hari ini, semua akan berlalu pada waktunya.
   Semua kebahagiaan, kesedihan ataupun masalah pasti akan berlalu, namun bukan itu point pentingnya, yang lebih penting adalah bagaimana proses kita dalam menyelesaikan masalah atau ujian hidup kita tersebut. Apakah kita bisa menyelesaikan masalah dengan bijak dan dewasa, atau justru membuat masalah semakin runyam dan menyerah begitu saja. Dalam hal ini, kita harus selalu optimis, bahwa kita pasti dapat menyelesaikan ujian kita dengan cara elegant, sehingga masalah dapat selesai, kita dapat menjadi pribadi baru yang lebih baik dari sebelumnya, pribadi yang lebih kuat dan tahan uji.
     Walaupun saya tahu pasti sakit,  tapi saya yakin, sangat-sangat yakin, bahwa saya tidak takut dengan ujian apapun yang tengah terjadi saat ini atau yang mungkin akan terjadi nanti di depan sana. Saya mengibaratkan hidup seperti piano, tuts putih adalah kebahagiaan, dan tuts hitam adalah kesedihan, maka agar tercipta harmonisasi suara yang indah, piano tidak hanya dimainkan tuts putihnya saja, tetapi tuts hitampun perlu dimainkan. Ketika kita bersedih karena mendapati 36 'tuts hitam' dalam hidup kita, maka bersyukurlah, kita masih memiliki 52 'tuts putih' sebagai alasan kita untuk tersenyum.
     So, don't give up! Segala masalah, seberapapun beratnya itu, pasti ada jalan keluarnya, segala ujian pasti ada titik terangnya. Tetap bersabar, berpasrah, dan bertekun dalam doa. Saya percaya Dia yang diatas sana, jauh lebih tau apa yang terbaik bagi mahkluk ciptaannya.

FORMULA KEBERUNTUNGAN

The best luck of all is the luck you make for yourself (Douglas MacArthur)   Kita mungkin pernah tau bahwa di dunia ini ada jenis manusi...