Wednesday, 17 September 2014

MASTER OF LOVE

We Become What We Repeatedly Do

Waktu kecil dulu, ketika sedang menghadapi masalah, mungkin kita sering marah-marah karena jengkel. Marah menjadi pelampiasan emosi. Setelah marah, hati menjadi lebih lega. Lama-kelamaan, seperti candu, kitapun seakan terbiasa untuk menyelesaikan masalah dengan marah.
Ketika sesuatu tidak sesuai dengan kehendak hati, kita marah, ketika orang lain berbuat salah kepada kita, kita marah, ketika kita mendapati seseorang tidak menepati janji, kita marah. Bahkan kadang kita marah tanpa sebab yang jelas. Marah seakan-seakan sudah menjadi hal yang biasa dan wajar karena sudah terlalu sering dipraktekkan dan menjadi kebiasan, kebiasaan kemudian membentuk karakter kita, yaitu karakter pemarah.  Sampai akhirnya kita menjadi  master of anger.
Seperti halnya drama dalam kehidupan, tidak hanya master of anger, bisa saja kita menjadi ‘master-master’ yang lainnya. Misalnya, master of sadness, karena kita terlalu terbiasa menjadi seorang penyedih, terlalu sensitif. Segala sesuatu didramatisir, seakan-akan menjadi makhluk yang paling sedih di muka bumi ini. Master of jealous, karena terlalu pencemburu. Bahkan bisa cemburu dan curiga tanpa sebab. Master of  lying, karena terlalu terbiasa dan ahli dalam berbohong. Dia akan menutupi kebohongan yang dia buat dengan kebohongan-kebohongan yang lainnya, dan itu tak akan ada habisnya. Semakin sering kita mempraktekkannya, kita menjadi semakin ahli melakukannya, hingga akhirnya kita bisa disebut ‘master.’
Demikian halnya dengan cinta (love), kita bisa disebut sebagai Master of Love apabila kita ahli mempraktekkan ‘cinta’ dalam hidup sehari-hari. Kuncinya agar kita semakin ahli adalah, kita harus semakin sering mempraktekkannya dan semakin rutin. Apa saja yang perlu dipraktekkan? Yang perlu dipraktekkan adalah komponen-komponen dari cinta itu sendiri, yaitu : Kesetiaan, kejujuran, kepercayaan, intimasi, dan komunikasi. Jika kita bisa melakukannya dengan berkesinambungan, tetap, dan bukan merupakan akting semata, maka kita bisa disebut sebagai ‘master of love’.
Gampang untuk diucapkan, namun sulit untuk dipraktekkan : Kesetiaan, kejujuran, kepercayaan, intimasi, dan komunikasi. Mungkin sekilas terlihat klise, tapi memang ke-5 hal tersebut menjadi dasar untuk harmonisnya sebuah hubungan, hingga kita bisa disebut sebagai ‘master of love’. Tentu saja dalam hal ini, dibutuhkan dua belah pihak untuk berkomitmen menepati ke-5 hal tersebut. Kalau hanya satu pihak saja yang mempraktekkannya, sedangkan pasangannya tidak, maka pasti ada pihak yang merasa tersakiti. Misalnya saja, betapa mudahnya sebuah janji tak ditepati, betapa mudahnya sebuah kepercayaan disalahgunakan, betapa kebohongan sudah menjadi hal yang biasa dilakukan untuk menutupi kebohongan yang lain. Itulah awal dari kehancuran hubungan.
Siapapun pasti bisa menjadi master of love, siapapun, tanpa kecuali, tidak harus seorang yang jago bikin puisi, atau pintar merancang makan malam yang romantis, namun cukup berkomitmen mempraktekkan komponen-komponen cinta yang telah disebutkan diatas tadi, secara rutin, setiap hari, secara berkesinambungan. Hingga akhirnya kita pun semakin ahli, dan dapat disebut sebagai ‘master of love.’

Mengutip kata-kata Sean Covey, we become what we repeatedly do. Jadi, lebih baik kita rutin melakukan hal-hal positif daripada melakukan hal-hal negatif. Hal-hal positif akan menjadikan kebiasaan positif, kebiasaan positif akan membentuk karakter positif. Karakter positif akhirnya akan menjadikan jalan hidup kita pun positif. We become what we repeatedly do.

No comments:

Post a Comment

FORMULA KEBERUNTUNGAN

The best luck of all is the luck you make for yourself (Douglas MacArthur)   Kita mungkin pernah tau bahwa di dunia ini ada jenis manusi...