Monday, 4 August 2014

GAMBAR HATI

Sejak kecil saya termasuk anak yang tidak jago menggambar dan sering mendapat nilai 60 dipelajaran menggambar. Saya masih ingat, waktu TK, di pelajaran menggambar, ketika kebanyakan teman saya menggambar pemandangan, gunung dengan jalan di tengahnya serta sawah yang membentang di kedua sisinya, justru saya selalu menggambar hati, kemudian saya beri warna merah jambu. Entah kenapa setiap kali disuruh menggambar, saya selalu menggambar hati.
Sampai suatu ketika, guru saya menanyakan, mengapa saya selalu menggambar hati, saya jawab karena saya suka ‘cinta’ dan hati adalah simbol cinta. Guru saya bertanya lagi, dari mana saya tahu tentang hal itu, saya jawab dari majalah Bobo. Besuk paginya, orang tua saya dipanggil ke sekolah karena jawaban saya itu.
Waktu kecil saya memang selalu suka menggambar hati, dengan pikiran polos bahwa hati adalah simbol cinta, saya suka cinta, karena cinta itu kedamaian, cinta itu kebahagiaan, cinta itu pembawa semangat. Saya merasakan cinta itu di dalam keluarga saya. Betapa seringnya orang tua saya, kakek nenek saya mengatakan bahwa mereka mencintai saya, dan saya merasakan kedamaian dan kebahagiaan di dalam lingkaran ‘cinta’ itu.
Seiring saya bertambah dewasa, mulailah saya tahu, bahwa ‘cinta’ itu kompleks, cinta memiliki makna yang luas dan universal. Cinta orang dewasa tidak sepolos dan sesimple ‘cinta’ yang saya kenal waktu saya kecil dulu. Saya juga mulai tahu, bahwa selain gambar hati yang utuh, juga ada gambar hati yang retak. Saya mulai tahu bahwa cinta tidak selamanya membawa kedamaian dan kebahagiaan, bahwa cinta juga kadang posesif dan ingin memiliki, bahwa cinta tidak selamanya berbalas, dan bahwa cinta tidak selamanya bersifat abadi.
Seperti yang saya pernah tulis di tulisan-tulisan saya sebelumnya, hidup adalah sebuah proses, selalu berproses menjadi dan tak pernah berhenti. Memang idealnya, dalam proses itu kita dapat selalu bertumbuh jadi pribadi baru yang lebih baik dari hari ke hari. Demikian halnya dengan cinta, cinta pun juga berproses, idealnya cinta dapat bertumbuh menjadi cinta yang lebih sempurna, namun terkadang justru sebaliknya karena konflik dan kesalahpahaman, ambisi dan ego pribadi, dalam proses itu, cinta justru berubah menjadi benci atau bahkan justru saling menyakiti dan menjatuhkan satu sama lain.
Contohnya adalah sebuah keluarga yang hancur karena perselingkuhan, berakhir di perceraian, kemudian rebutan harta, dan salah satu pasangan meninggal karena bunuh diri. Atau diberita juga sering kita dengar seorang remaja dibunuh pacarnya karena berselingkuh. Cinta sedemikian cepatnya berubah menjadi kebencian. Seakan-akan benci dan cinta itu satu paket. Mungkin benci adalah hadiah dari cinta. Mungkin.
Seperti biasa, seburuk apapun itu, saya lebih suka memandang sesuatu dari sisi positifnya. Saya pun sampai sekarang lebih suka melihat ‘cinta’ seperti pikiran polos saya waktu kecil, cinta itu kedamaian, cinta itu kebahagiaan, cinta itu pembawa semangat, dan bukan sebaliknya. Bukan berarti selama proses kehidupan, saya tidak pernah merasakan sakit ketika mencintai sesuatu atau seseorang, namun dengan memberikan ‘cinta’ saya belajar banyak hal, dan justru itu semakin menguatkan saya. Ketika cinta kita tak berbalas, maka saat itu kita belajar tentang ketulusan, Ketika seseorang yang kita cintai meninggalkan kita, maka kita sedang belajar keikhlasan, ketika orang yang kita cintai berada jauh dari kita, maka kita belajar tentang kesetiaan, ketika hati terluka sangat dalam, maka saat itu kita belajar tentang memaafkan. Itulah yang dinamakan mencintai dengan dewasa.

Yuk! mari kita belajar mencintai dengan dewasa, dan akhirnya kita pun dapat merasakan lingkaran cinta yang penuh kedamaian dan kebahagiaan dari orang-orang di sekitar kita.

No comments:

Post a Comment

FORMULA KEBERUNTUNGAN

The best luck of all is the luck you make for yourself (Douglas MacArthur)   Kita mungkin pernah tau bahwa di dunia ini ada jenis manusi...