Friday, 10 April 2015

Pemanfaatan Teknologi dalam Ekonomi Komunikasi



Komunikasi menjadi bagian penting di setiap bidang kehidupan manusia, mulai dari kesehatan, pendidikan, sosial-budaya, politik dan ekonomi. Sehingga beragam kajian ilmu pun menempatkan komunikasi sebagai turunnya, misalnya komunikasi politik, komunikasi pendidikan, filsafat komunikasi, ekonomi komunikasi, teknologi komunikasi, dan lain sebagainya. Hal tersebut menjadi kajian yang menarik karena kekuatan komunikasi dengan empat komponennya (source, message, chanel, receiver) memiliki dampak yang besar bagi masyarakat luas. Salah satu kajian yang menarik di bidang komunikasi adalah, pengaruh kemajuan teknologi komunikasi bagi pertumbuhan ekonomi. Kajian tersebut terdiri dari tiga hal pokok yang saling berkaitan, yaitu, teknologi komunikasi, ekonomi dan masyarakat.
            Teknologi dan ekonomi komunikasi kini semakin dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. Ekonomi komunikasi adalah aktifitas penyampaian informasi yang berhubungan dengan usaha-usaha yang dibuat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Toffler : 1980). Sehingga ketika teknologi mengalami perkembangan, maka aktifitas ekonomi komunikasipun akan semakin meningkat. Aktifitas komunikasi dalam bentuk kerjasama bisnis, jual-beli barang dan jasa, pemasaran, perbankan, menjadi semakin mudah dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi. Ekonomi komunikasi menjadi semakin mudah, bebas dari batasan jarak dan waktu.
            Besarnya pengaruh kemajuan teknologi komunikasi bagi masyarakat, telah membuat catatan penting bagi sejarah. Alvin Toffler, dalam bukunya The Third Wave (1980), membagi sejarah teknologi menjadi tiga gelombang, yaitu :
Gelombang pertama (800 BC-1700), mulai berkembang teknologi pertanian (terjadi sebelum revolusi industri). Pada periode ini teknologi yang berkembang dan diterapkan adalah teknologi pertanian. Masyarakat pada periode ini masih menggunakan energi alam, yaitu matahari, angin dan air. Teknologi komunikasi yang digunakan masih bersifat analog, seperti menggunakan kurir untuk mengantar surat, cahaya lampu untuk navigasi, asap untuk signal, dan lain sebaginya.
Gelombang ke-2 (1800-1970), ketika dunia industri mulai berkembang semakin pesat, ditandai dengan ditemukannya mesin cetak dan mesin uap (masa revolusi industri), mulai diproduksi tekstil, mobil, kereta api uap dan lain sebagainya. Pada periode ini teknologi komunikasi semakin berkembang seperti ditemukannya telepon analog, fax, televisi analog, radio, surat kabar dan majalah. Teknologi komunikasi massa mulai berkembang menjadi media komunikasi untuk propaganda politik dan pemasaran hasil-hasil industri.
Gelombang ke-3 (1970-2000), kemajuan teknologi pada periode ini yaitu mulai berkembangnya teknologi komunikasi dan pengolahan data. Teknologi komunikasi berkembang dengan ditemukannya internet dan World Wide Web (www). Kemajuan teknologi komunikasi tersebut berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi industri. Sehingga produk dari industri dikomunikasikan melalui media teknologi komunikasi. Pada periode ini, terjadi perubahan gaya ekonomi komunikasi yang menjadikan perekonomian semakin menguat karena hadirnya berbagai kemajuan dibidang teknologi komunikasi, yaitu mulai munculnya web 2.0 dan 3.0 untuk pemasaran produk, bisnis, perbankan, public relations, menjadi lebih luas tanpa batasan jarak dan waktu.
Straubhaar (2011) menyebutkan bahwa web 2.0 merupakan media komunikasi online yang memungkinkan masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, namun juga berperan aktif memproduksi informasi. Sedangkan web. 3.0 merupakan media komunikasi online yang seolah-olah seperti komunikasi di kehidupan nyata. Dimana ciri-cirinya tanpa banyak sentuhan panca indra manusia, web sudah  dapat menyarankan rekomendasi hingga memberikan aplikasi sesuai kebutuhan manusia.
Adanya perkembangan teknologi komunikasi khususnya internet, Thomas Friedman (2005) menyebutkan bahwa dunia semakin datar (flat world/horizontal), maksudnya disini adalah dengan adanya kemajuan internet, jarak di bumi ini menjadi tak berarti lagi. Internet telah melampaui jarak dan waktu, sehingga informasi dan komunikasi dapat sampai di tempat tujuan dengan efektif dan efisien hanya dengan hitungan detik saja. Friedman juga menyebutkan bahwa perkembangan teknologi komunikasi telah berhasil meningkatkan taraf hidup secara ekonomi, karena individu menjadi semakin kreatif, potensinya terasah, dan semakin membebaskan eksistensi diri karena di dunia maya tidak mengenal strata sosial.
Ekonomi erat kaitannya dengan globalisasi. Globalisasi dalam hal ini memiliki sifat menyeluruh, diterima di seluruh belahan dunia manapun. Friedman menyebutkan di buku The World Is Flat bahwa globalisasi terbagi dalam tiga era, yaitu globalisasi 1.0, globalisasi 2.0 dan globalisasi 3.0.
Globalisasi 1.0 disebutkan menjadi globalisasi negara. Dimana dalam hal ini Negara mempunyai peran penting sebagai pengguna dan pengembang teknologi komunikasi. Segala bentuk media teknologi komunikasi yang ketika itu masih web 1.0 yang masih bersifat satu arah, dimaksimalkan oleh Negara untuk mengirim informasi dalam bentuk elektronik mail antar negara ataupun antar pejabat kenegaraan.
Kemudian berkembang web 2.0, yang disebut sebagai era globalisasi perusahaan. Web 2.0 yang bersifat dua arah, telah menjadi bagian terpenting bagi perkembangan bisnis perusahaan. Aktifitas ekonomi komunikasi seperti perjanjian jual-beli, tawar menawar harga, promosi, pemasaran tidak hanya terjadi secara fisik, namun dapat dilakukan secara online dengan media internet. Sehingga kegiatan bisnis menjadi semakin luas tak terpancang jarak dan waktu. Sehingga mulai muncullah e-marketing, e-advertising, e-public relations, e-banking, sebagai bagian dari globalisasi 2.0.
E-marketing, e-advertising dan e-public relations semakin populer karena memiki daya magnet yang kuat sebagai upaya peningkatan profit perusahaan. Kegiatan marketing dan public relations yang dahulu bersifat konvensional seperti memasang iklan di surat kabar, menyebar spanduk dan brosur, selain menghabiskan banyak biaya dan tidak ramah lingkungan, juga informasi pemasaran yang dihasilkan sangat terbatas. Sedangkan kini, muncullah kegiatan marketing, advertising dan public relations berbasis internet, yang dikenal dengan e-marketing, e-advertising, dan e-public relations, yang menginformasikan perusahaan, produk, kegiatan pemasaran, dan iklan, melalui website perusahaan, ataupun melalui sosial media twitter dan facebook. Dengan media internet, pemasaran akan lebih efektif dan efisien, informasi yang disampaikan juga lebih luas, tak terbatas jarak dan waktu.
Manusia kini telah memasuki era globalisasi 3.0, Friedman menyebutnya sebagai globalisasi individu. Globalisasi 3.0 merupakan pemberdayaan individu, dimana individu sangat dimanjakan dan dimudahkan oleh kecanggihan web 3.0. Dalam hal ini web 3.0 dengan pintar dapat memprediksi, memberikan rekomendasi dan menyediakan berbagai aplikasi sesuai kebutuhan masing-masing individu, sehingga masing-masing individu tersebut dapat memiliki media untuk menyalurkan bakat minatnya dan semakin kreatif mengembangkan potensi pribadinya. Di bidang ekonomi web 3.0 memudahkan pihak penjual ataupun pembeli menemukan target bisnisnya karena web sendiri yang akan mencarikan atau mempertemukan antar penjual dan pembeli tersebut sesuai segmentasi kebutuhan barang atau jasa yang diminati atau dicari masing-masing pembeli tersebut.
Keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan ekonomi bangsa, tidak hanya dilihat dari faktor economic of scale saja, namun juga economic of internet (scope). Economic of scale dalam hal ini adalah sarana dan prasana barang dan jasa dan transaksi ekonomi secara fisik di dunia nyata, sedangkan economi of scope dalam hal ini adalah internet yang cakupannya lebih luas tanpa batasan jarak. Aktifitas ekonomi di dunia virtual ini meliputi jual-beli online, pemasaran online, e-marketing, e-advertising, e-public relations, e-banking dan lain sebaginya. Dalam hal ini, tercapainya pertumbuhan ekonomi, tentu akan berhasil apabila masyarakat Indonesia secara menyeluruh telah menjadi masyarakat informasi. Masyarakat informasi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sebuah masyarakat yang mampu memaksimalkan informasi dan teknologi komunikasi. Sehingga teknologi komunikasi dalam ekonomi komunikasi benar-benar dapat dimanfaatkan dengan positif dan semaksimal mungkin.

Buku Acuan
Friedman, Thomas. (2005). The World Is Flat: A Brief History of the Twenty-first Century, Farrar Straus and Giroux (USA)
Hoskin, C, McFadyen, Stuart & Adam Finn. (2004). Media Economics: Applying Economics to New and Traditional Media, Thousand Oaks, CA: Sage Publication
Straubhaar, J., LaRose, R. & Davenport R.,  (2011). Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology, 2011 Update  Seventh  Edition. Thomson-Wadsworth
Toffler, Alvin. (1980). The Third Wave. Bantan Books (USA)

Perkembangan Televisi Sebagai Budaya Audio-Visual



Sebagian dari kita pasti pernah melihat pementasan drama, pagelaran wayang, ketoprak ataupun pertunjukan opera di gedung pertunjukan secara langsung. Pertunjukan tersebut bukan hanya berisi humor dan bersifat hiburan, namun juga meliki pesan moral yang disampaikan melalui seni pertunjukan. Isi cerita, make-up dan kostum, tata panggung, gerakan yang ditampilkan pemain, dan suara (audio) yang dihasilkan merupakan satu paket komponen yang harus ada di setiap pertunjukan. Untuk dapat menikmati seni pertunjukan tersebut kita harus menggunakan dua indra yaitu pendengaran untuk menangkap suara (audio), dan indera penglihatan untuk melihat (visual), sehingga biasa disebut seni pertunjukan audiovisual.
Media audiovisual menurut Straubhaar (2011) yaitu media yang bisa didengar dan dilihat secara bersamaan. Media ini menggunakan indra pendengaran dan penglihatan secara bersamaan dengan tujuan untuk berkomunikasi dan menangkap informasi yang disampaikan.
Media audiovisual, dalam bekerja menyampaikan informasi, menggunakan konsep komunikasi menurut Lasswell yaitu, who (siapa), says what (berkata apa), in which channel (dengan media apa),  to whom (kepada siapa), with what effect (dampak media tersebut apa), komponen-komponen tersebut menjadi dasar dari aktifitas komunikasi dengan media apapun (Littlejohn, 2008). Bahwa semakin bagus teknologi media untuk menyampaikan informasi, maka semakin efektif dan efisien informasi yang diterimanya dan semakin besar efek yang ditimbulkannya.
Seperti halnya teknologi yang lain, teknologi media audiovisual juga mengalami perkembangan. Diambil dari konsep dasar media audiovisual, yaitu media yang bisa didengar dan dilihat secara bersama, maka muncullah berbagai perkembangan teknologi audiovisual yang mengadopsi fungsi dasar tersebut, yang semula hanya pertunjukan panggung langsung, berkembang menggunakan teknologi media audiovisual yang bersifat analog, menggunakan media rekam dan media televisi dan film analog, hingga berkembang ke teknologi media audiovisual yang bersifat digital, yang dapat direkam, disebarluaskan secara massal tanpa batasan jarak.
Sekitar tahun 1920, radio berkembang semakin pesat, dan menjadi media penyiaran utama. Khalayak waktu itu masih akrab dengan pertunjukan opera ataupun drama di gedung-gedung pertunjukan, sekaligus mereka masih menyukai radio. Ketika itu para ilmuan mulai berfikir tentang menggabungkan ke duanya, ‘suara dan gambar’ yang bisa disatukan.
Menggunakan konsep George Carey yang berhasil mentransmisikan gambar bergerak menggunakan tenaga listrik (alat faksimile). Konsep tersebut kemudian mengembangkan ide, bahwa cahaya juga dapat ditansmisikan melalui kabel dan gelombang elektromaknetik, yang dapat merubah gambar visual menjadi arus gelombang elektrik. Tahun 1920 John Logie Baird mulai mengembang televisi menggunakan teknologi optic, mekanik dan elektronik untuk memproduksi siaran gambar visual, mulai dari tahap merekam, menampilkan dan menyiarkan gambar.
Sejak tahun 1920 hingga 1930 televisi semakin berkembang pesat dan mulai diputar di seluruh dunia. Kata ‘televisi’ pertama kali sebenarnya sudah diperkenalkan dan populer sejak tahun 1900, pelopornya adalah Constatin Perskyl saat acara International Congress of Electricity, namun teknologi audiovisual yang ditampilkan belum sempurna, hingga pada tahun 1920 menjadi awal dari perkembangan media televisi yang berbentuk tabung. Menurut Straubhaar (2011), televisi berarti media komunikasi jarak jauh penerima siaran suara (audio) dan gambar (visual).
Konsep komunikasi audiovisual yang dapat menampilkan suara (audio) dan gambar (visual), semakin dikembangkan dan disempurnakan sedemikian rupa sehingga semakin mirip dengan teknik komunikasi audiovisual yang dilakukan manusia secara langsung tanpa perangkat teknologi. Dalam hal ini, dengan kecanggihan teknologi, media televisi menjadi teknologi yang dapat menjembatani tercapainya konsep komunikasi audio dan visual ini secara massal, tanpa batasan jarak dan dapat diputar ulang tanpa batasan waktu.
Televisi (TV) mengalami perkembangan pada akhir tahun 1970 dan awal tahun 1980 TV hitam putih telah berubah menjadi televisi warna dan muncul TV digital. Konsep TV digital yaitu TV yaitu menggunakan modulasi digital dalam pemrosesan datanya dan melakukan pendistribusian video, audio dan signal ke perangkat TV. Sehingga TV digital memiliki gambar dan warna yang lebih jernih daripada TV analog.
Siaran TV digital kemudian mulai berkembang seiring dengan berkembangnya infrastruktur teknologi berupa kabel serat optic, munculah TV kabel. TV kabel disalurkan melalui frekuensi radio menggunakan perangkat serat optic, sehingga siaran acara TV kabel dapat ditangkap tanpa menggunakan antena dengan jangkauan siaran lebih luas dan chanel program lebih banyak dan berfariasi. Sejak perkembangan TV kabel, industri film mulai mendistribusikan produksinya melalui Home Box Office (HBO).
Media teknologi audiovisual televisi semakin berkembang ketika Charles Ginsburg dan Ray Dolby (1956) menemukan teknologi Video Cassette Recorder (VCR), yaitu alat perekam suara dan gambar (audiovisual) yang dilengkapi rangkaian TV-tuner yang bisa menerima siaran TV secara langsung. VCR ini digunakan untuk merekam dan memutar siaran TV, sehingga khalayak dapat memutar ulang acara siaran TV kapanpun juga sesuai keinginan. Format VCR ini menggunakan VHS dengan menggunakan pita kaset (tape).
Selain untuk menyimpan program siaran televisi, VCR juga memudahkan kita untuk memproduksi dan menyimpan pesan atau informasi dalam bentuk video, suara dan gambar yang bergerak (audiovisual) dengan cara menyimpannya dalam pita kaset.
Televisi sebagai perkembangan media teknologi audiovisual, merupakan salah satu bentuk teknologi media komunikasi, yang berfungsi untuk mencari informasi, media pendidikan, ataupun hiburan. Bagi masyarakat modern saat ini yang memiliki karakter dinamis dan mobile. Televisi sebagai media komunikasi dengan berbagai fungsi yang disebutkan diatas, menjawab kebutuhan masyarakat dengan perkembangan TV online. Seiring dengan perkembangan internet, TV pun dapat hadir dengan konsep online TV. Sehingga dengan koneksi internet, masyarakat dapat mengakses siaran TV dimanapun dan kapanpun juga dengan berbagai perangkat, mulai dari PC dan smartphone.
Jika dulu televisi hanya dapat dilihat di rumah, sulit untuk dibawa-bawa, dan harus menggunakan kabel, namun sekarang televisi lebih fleksibel, acara televisi dapat dilihat dimanapun dan kapapun juga dengan perangkat PC ataupun smartphone dengan media internet. Sehingga kita bisa melihat program acara televisi kesayangan kita kapanpun dan dimanapun juga tanpa terpancang jarak dan waktu.
Ditengah kesibukan dan kepenatan, televisi dapat digunakan sebagai media pelepasan beban dan hiburan yang dapat kita nikmati kapanpun dan dimanapun juga dengan media internet, dan program acara yang kita sukai atau penting bagi kita juga dapat kita dokumentasikan dengan media VCR. Teknologi media audiovisual ini sangat memudahkan manusia dalam mengakses dan menyimpan informasi, dan tidak menutup kemungkinan kita pun dimudahkan untuk memproduksi ataupun menyebarkan informasi secara audio dan visual (gambar yang bergerak).
Teknologi media audiovisual televisi yang kini tengah kita nikmati, tidak menutup kemungkian akan terus berkembang mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat. Karena fungsi teknologi komunikasi sendiri adalah untuk memudahkan komunikasi manusia, agar dapat menyampaikan dan menerima pesan dengan lebih efektif dan efisien. Sehingga televisi sebagai salah satu teknologi komunikasi pun akan berkembang untuk menjawab kebutuhan manusia, selama manusia hidup, selama itu pula manusia masih berkomunikasi, dan selama itu pulalah teknologi komunikasi akan terus berkembang.

Buku Acuan
Grant, A. E. & Meadows, J. H. (2010). Communication Technology Update and Fundamentals. 12th Edition. Focal Press
Littlejohn, Stephen W. &Foss, Karen A. . (2008) . Teori Komunikasi :Theories of Human Communication. Ed 9. Terj. Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta : Salemba Humanika
Rousydiy TAL. (1985). Dasar-Dasar Rhetorica Komunikasi dan Informasi. Medan: Firma Rainbow Medan
Straubhaar, J., LaRose, R. & Davenport R.,  (2011). Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology, 2011 Update  Seventh  Edition. Thomson-Wadsworth

Wibowo, Fred. 1997. Dasar-Dasar Produksi Program Televisi. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.

KEAJAIBAN MEDIA AUDIO DAN RADIO



      Setiap dari kita pasti pernah mendengarkan dongeng, baik secara langsung ataupun mendengarnya melalui radio (audio). Sewaktu saya kecil orang tua saya selalu menceritakan dongeng sebelum saya tidur, secara lisan tanpa membaca teks ataupun melihat gambar. Ketika saya mendengarkan dongeng, saya dapat berimajinasi dan menvisualkan dalam pikiran saya menyangkut isi cerita di dongeng tersebut. Hal itulah yang membuat muatan moral dari dongeng tersebut dapat saya ingat hingga sekarang. Tak dapat dipungkiri bahwa pesan suara atau audio memiliki kekuatan yang besar sebagai media penyampai informasi yang efektif, karena pesan akan lebih mudah dicerna dan diingat oleh penerima pesan.
Terbiasa dengan dongeng lisan dan media audio yang mengakar sejak kecil, hingga sekarang pun saya termasuk penikmat setia radio, baik di rumah, di mobil ataupun dimana saja disetiap kesempatan. Menurut saya radio merupakan ‘panggung imajiner’, walaupun saya tidak membaca ataupun melihat secara visual, namun saya dapat membangun dan menggambarkan imajinasi dalam pikiran melalui suara yang saya dengar dari radio tersebut. Ketika mendengar radio, saya kadang dapat bereaksi dengan tertawa, menangis ataupun marah ketika menerima pesan suara dari penyiar radio tersebut. Itulah salah satu bukti kekuatan suara pada media audio dan radio.
Tanpa jeda kehidupan manusia terus berproses dan berkembang. Manusiapun menciptakan teknologi dengan inovasi yang semakin beragam untuk menjawab kebutuhan hidupnya. Inovasi teknologi antara lain perkembangan di bidang audio dan radio, yaitu media audio dan radio analog, menjadi media audio dan radio digital, dalam media siaran dan rekaman.
Audio digital menurut Grant (2010) yaitu keselarasan bunyi yang dibuat dengan alat perekam yang kemudian disimpan dalam alat yang berbasis sistem bilangan sederhana 0 dan 1, sehingga data dapat mudah disebar tanpa banyak gangguang. Perbedaan antara audio analog dan digital yaitu terletak pada penyimpanan dan penyebaran data. Jika data analog menggunakan gelombang elektromagnetik secara terus menerus, maka data digital menggunakan konsep bilangan sederhana 0 dan 1.
Perkembangan teknologi media audio seperti yang disampaikan oleh Straubhaar dan La Rose (2011) yaitu komunikasi yang disampaikan dengan suara telah mengalami perkembangan dari jaman ke jaman melalui proses yang lama. Berawal dari tahun 1844, Morse melahirkan telegraf dari pesan kawat yang dikirim dari Baltimore ke Washington. Selanjutnya Graham Bell mengembangkan penemuan Morse tersebut dan melahirkan telepon, yang mempunyai konsep penyampaian pesan suara melalui kawat. Telegraf kemudian berkembang menjadi telegraf wireless, yaitu menggunakan gelombang radio untuk mengirim dan menerima pesan suara. Perkembangan teknologi komunikasi ini menjadikan suara manusia dapat disiarkan ke seluruh dunia melalui radio.
Pada tahun 1963, industri rekaman mulai berkembang dengan ditemukannya kaset pita. Pada masa itu, penyimpanan audio baik itu rekaman suara ataupun musik disimpan dalam kaset pita tersebut. Sekarang, penyimpanan audio dengan kaset pita sudah sangat jarang kita jumpai (biasanya hanya untuk koleksi pribadi saja dan tidak diperjual belikan), kini kita dapat menyimpan audio dengan format digital menggunakan format MP3, file sharing, ataupun dengan compact disk (CD) yang pertama kali dipelopori oleh Sony tahun 1984.
Media audio analog seperti piringan hitam dan kaset pita kini tergantikan dengan audio dalam format digital. Media audio dengan format digital tentu lebih praktis dibandingkan dengan media audio analog. Dengan media audio digital, kita bisa mengunduh lagu, mendengarkan dan menyebarkan lagu dengan cepat dan mudah dimanapun atau kapanpun juga, hanya dengan media smartphone ataupun iPod. Kehadiran internet juga memudahkan kita untuk mendownload lagu menggunakan file sharing dengan format MP3.
Kemudahan penyebaran lagu melalui media audio digital membawa dampak negatif yaitu maraknya pendownload-an lagu secara gratis dan ilegal melalui file sharing dan media sosial seperti twitter, facebook, ataupun soundcloud, sehingga angka penjualan album menurun drastis. Label-label musik di Indonesia kini menyiasati hal tersebut dengan memproduksi single lagu yang diminati pasar, sehingga apabila single lagu tersebut meledak atau diminati pasar, maka label musik bekerjasama dengan provider telekomunikasi, menjual single lagu tersebut untuk Ring Back Tone (RBT), dari RBT itulah label musik dan provider meraup keuntungan.
Seperti halnya media audio, radio pun mengalami perkembangan dari masa ke masa. Berdasarkan buku Media Now yang ditulis oleh Straubhaar dan La Rose, sejarah radio dimulai tahun 1896, Marconi menciptakan radio transmitter dengan sistem sinyal gelombang pembawa AM (modulasi amplitudo) dengan jangkauan siar terbatas dan masih banyak gangguan. Selanjutnya berkembang radio dengan sistem sinyal gelombang pembawa FM (modulasi frekuensi), dengan jangkauan siar yang lebih luas dan bebas dari gangguan.
Tidak cukup sampai disitu, radio kini berkembang menjadi radio internet (online) dan radio satelit. Radio internet dan satelit memiliki ribuan channel yang tak terbatas bila dibandingkan dengan radio AM dan FM. Radio online memiliki cara kerja mengirimkan sinyal audio ke komputer atau smartphone melalui internet. Sedangkan Radio satelit biasanya digunakan pada kendaraan dan mengharuskan kita memasang antena di atap kendaraan, agar transmisi suaran lancar dan terdengar jernih.
Mengutip buku Grant and Meadows (2010), stasiun radio akan menyesuaikan perkembangan teknologi. Pendengar radio yang dewasa ini sudah sangat lekat dengan dunia digital dan internet, maka stasiun radio pun menjawab keinginan pendengar radio dengan menfasilitasi pendengar radio dengan radio streaming, website interaktif, resolusi radio yang lebih besar, mobile radio yang bisa diakses di handphone, dan menggunakan konsep uses generated content dimana siapapun dapat merekam, mengunduh dan mendengarkan radio dimanapun dan kapanpun juga.
Di era digital ini segala sesuatu yang semula dianggap mustahil dan tidak mungkin, semua menjadi mungkin. Dengan adanya media audio digital, dengan mudah kita dapat mengembangkan bakat kita menjadi penyanyi ataupun penyair independen dengan cara merekam suara kita hanya cukup menggunakan handphone atau smartphone, kemudian mengunduhnya dalam format MP3 ke media sosial seperti twitter, facebook dan soundcloud. Tanpa harus masuk dapur rekaman dan menghabiskan biaya produksi yang mahal, kita pun dapat menjadi populer dengan karya kita tersebut.
Seperti halnya media audio digital, radio digital pun dapat memungkinkan kita memproduksi siaran radio secara independen melalui radio internet. Dengan langkah mudah dan peralatan sederhana, cukup dengan koneksi internet dan laptop, kitapun dapat menjadi penyiar radio independen, tanpa harus menggunakan pemancar radio yang mahal. Radio internet ini dapat mendukung berkembangnya radio komunitas, dimana radio tersebut dapat digunakan untuk menginformasikan berbagai potensi-potensi yang belum terpublikasikan pada tiap-tiap komunitas tertentu, baik menyangkut komunitas di wilayah tertentu, ataupun komunitas dengan minat bidang tertentu, misalnya radio komunitas petani, nelayan, pengrajin, pencinta alam, dan lain sebagainya.
Perkembangan teknologi media audio dan radio ini, secara ajaib semakin menegaskan kekuatan bahasa lisan atau komunikasi suara yang ditransmisikan melalui media audio dan radio sebagai media penyampai informasi yang efektif bagi masyarakat.

BukuAcuan
Binanto, Iwan. (2010). Multimedia Digital Dasar Teori dan Pengembangannya. Andi. Yogyakarta.
Grant, A. E. & Meadows, J. H. (2010). Communication Technology Update and Fundamentals. 12th Edition. Focal Press
Rousydiy TAL. (1985). Dasar-Dasar Rhetorica Komunikasi dan Informasi. Medan: Firma Rainbow Medan
Straubhaar, J., LaRose, R. & Davenport R.,  (2011). Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology, 2011 Update  Seventh  Edition. Thomson-Wadsworth
Susilana, Rudi. Riyana, Cepi. (2009). Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung: CV Wacana Prima. 

Menumbuhkan Cinta Literasi dengan Media Baca Digital


            Kejadian yang sering kita jumpai adalah, ketika seseorang membeli handphone atau gadget baru, maka orang tersebut akan langsung menyalakan alat tersebut, melihat-lihat aplikasinya, dan mencoba mengoprasikannya, namun ketika handphone tersebut tiba-tiba mati, maka kita akan bingung. Kita pun panik dan buru-buru bertanya dengan teman atau orang yang dianggap paham dengan teknologi. Kesalahan apa yang terjadi di sini? yaitu seharusnya kita membuka manualbook dari handphone atau gadget tersebut, membaca isinya, memahami cara mengoprasikan alat tersebut, kemudian baru menyalakan handphone atau gadget tersebut. Hal tersebut menunjukkan, bahwa betapa kurang budaya literasi kita. Kita lebih menyukai mencari informasi secara instan dengan bertanya dengan orang (lisan) daripada bersusah payah membaca manualbook terlebih dengan bahasa yang rumit.
Sebagian dari kita mungkin akan lebih paham ketika dijelaskan dengan kata-kata lisan daripada membaca sendiri. Hal tersebut merupakan salah satu dasar dari perjalanan budaya kita. Sebelum budaya literasi berkembang, telah terlebih dahulu mengakar dalam masyarakat yaitu kebudayaan lisan atau tutur. Dimana penyebaran informasi dan nilai-nilai moral disebarkan dengan cara lisan. Biasanya dengan media dongeng, wayang, atau tembang. Walaupun hanya dari mulut ke mulut, namun nilai-nilai moral tetap tetap terjaga teguh dalam kehidupan bermasyarakat.
Selanjutnya baru mulailah berkembang budaya literasi ketika masyarakat sudah mulai mengenal dunia tulis-menulis dan membaca. Sehingga, peraturan pemerintahan, adat-istiadat dan nilai-nilai kehidupan dan moral, tidak hanya disebarkan dengan cara lisan, namun juga tertuang dalam bentuk tulisan, dan terdokumentasi. Namun, ketika itu tulisan yang dituangkan dalam buku/kitab belum menjadi media massa, buku masih menjadi hal yang mahal, hanya kaum bangsawan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi saja yang bisa memilikinya. Revolusi industri pada abad ke 18 menjadi tonggak perubahan, sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat industri, maka semakin banyak masyarakat yang bisa mengakses buku. Perkembangan mesin cetak juga turut menjadi faktor pendorong buku dan budaya literasi menjadi lebih populer dan semakin dapat diakses oleh masyarakat di segala lapisan.
Di Indonesia sendiri, budaya literasi mulai masuk ketika para pedagang dari India, Cina, dan Arab membawa budaya tulis, melalui kitab-kitab keagamaan (Yosal : 2010). Kemudian budaya literasi semakin berkembang ketika bangsa Eropa masuk ke Indonesia. Mereka mengenalkan mesin cetak dan buku menjadi media massa. Sehingga saat itu budaya literasi semakin berkembang ke segala lapisan masyarakat Indonesia, namun demikian budaya lisan juga belum ditinggalkan oleh masyarakat.
Menurut Yosal, Budaya literasi di sini berarti keberaksaan, yaitu kemampuan manusia untuk memahami tulisan dalam bentuk menulis dan membaca. Kemampuan literasi ini menjadi penting karena menuntut manusia untuk memiliki kebiasaan berpikir dengan proses membaca. Pentingnya budaya literasi adalah, dengan membaca manusia semakin kaya akan ilmu dan mimiki wawasan luas. Namun sayang, budaya membaca ini belum dimiki oleh seluruh masyarakat. Ketika seseorang belum memiliki kebiasaan membaca, maka membaca menjadi hal yang berat untuk dilakukan, sehingga membutuhkan waktu atau proses untuk menumbuhkan kecintaan membaca.
Dalam hal ini, menurut Straubhaar membaca berarti melihat, memperhatikan atau mengamati dan mempersepsi, suatu tulisan untuk mendapatkan informasi. Ketika kita membaca, kita membutuhkan suatu alat agar sesuatu yang tertulis tersebut dapat dibaca oleh orang lain, alat tersebut dinamakan teknologi media baca. Sedangkan teknologi media baca sendiri terdiri dari dua, yaitu teknologi media baca analog, dan teknologi media baca digital.
Teknologi media baca analog yaitu berwujud cetak, bisa dilihat, diraba, ataupun dipegang, seperti yang kita kenal dan biasa kita jumpai di rak-rak perpustakaan. Media baca analog terdiri dari buku baik itu fiksi maupun non fiksi, koran cetak yang berisi berita, dan majalah cetak yang bersifat informasi. Walaupun berwujud cetak dan datanya dalam bentuk analog, namun buku, koran ataupun majalah masa kini dicetak juga menggunakan mesin digital, yaitu menggunakan mesin cetak DocuTech yang menyerupai mesin fotocopy raksasa yang langsung terhubung dengan komputer sebagai pengontrol. Data kemudian dikirim, diolah dan diproses dan kemudian dicetak. Jadilah media baca analog, yang bisa dipegang, diraba dan dilihat.
Media baca analog yang berupa buku-buku, majalah ataupun koran tentu menyulitkan bagi masyarakat, selain harganya yang mahal, juga akses untuk mendapatkannya sulit karena harus mencari ke toko buku atau perpustakaan dahulu untuk mengakses informasinya. Sedangkan masyarakat dengan berbagai aktivitas dan pekerjaan, juga tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan semua itu. Hal tersebut menjadikan minat literasi masyarakat juga rendah. Masyarakat banyak yang tak tertarik untuk bersusah payah ke toko buku dan membaca buku tebal.
Menyikapi kebutuhan manusia di era informasi ini, lahirlah media baca digital yang bersifat lebih efisien dan efektif. Teknologi media baca digital ini bersifat elektronik yaitu membutuhkan aliran listrik, bersifat digital yaitu menggunakan konsep 0-1-0, dan online, yaitu terkoneksi terus menerus. Hal tersebut membawa harapan baru akan berkembangnya budaya literasi di Indonesia. Dengan lahirnya generasi e-book dan e-magazine, masyarakat dapat mengakses informasi dari buku ataupun majalan secara gratis, cukup hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja, maka kita bisa mendapatkan informasi dari situs web dalam bentuk dokumen buku, kapan saja dan dimana saja hanya dengan menggunakan handphone, ipad ataupun tab berbasis android.
Untuk saat ini, banyak perusahaan media massa cetak yang menerbitkan dua versi, yaitu media baca analog berupa cetak, dan media baca digital berupa e-magazine, e-book, dan situs berita web. Hal tersebut bagi penerbit media massa, secara positif tentu mengurangi biaya produksi cetak media massa. Secara lingkungan juga mengurangi penggunaan kertas sehingga penebangan pohon juga berkurang.
Adanya media baca digital dan didukung infrastruktur media yang memadai, maka hal tersebut dapat mendukung upaya untuk mencerdaskan bangsa dan membuka wawasan bagi daerah yang terisolir sekalipun. Bagi masyarakat di pelosok daerah yang sulit mendapatkan akses buku-buku memadahi, dengan mudah dapat memperoleh akses buku dan informasi dari media digital. Dengan satu klik saja, maka mereka dapat mengetahui sejarah berdirinya PBB, tanpa harus mencari-cari buku di perpustakaan ataupun di toko buku. Media baca digital tersebut juga menyetarakan informasi yang didapat antara masyarakat perkotaan dengan masyarakat yang tinggal di pelosok Indonesia, sehingga tidak ada lagi kesenjangan informasi.
Generasi teknologi media baca digital ini, diharapkan dapat semakin menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya literasi. Cara untuk menumbuhkan budaya membaca, salah satunya yaitu teknologi media baca digital memberikan kemudahan falitas dengan dapat memperoleh kemudahan akses, yaitu cukup dengan mencarinya di situs web dimanapun dan kapanpun juga; cepat dalam mendapatkan informasi dan tidak perlu tempat yang besar untuk penyimpanan dokumennya, cukup disimpan di USB ataupun di drop box; mendapatkan informasinya gratis tanpa biaya; sifatnya yang lebih visual dan kaya warna membuat lebih enak untuk dibaca dan mudah dimengerti.

BukuAcuan
Dominick, J. R. (2008). The Dynamics of Mass Communication: Media in the Digital Age, Tenth Edition, McGraw-Hill, International Edition
Iriantara, Yosal. (2010). Literasi Media : Apa, Mengapa, Bagaimana. Simbiosa Rekatama Media.
Mirabito, M.A.M & Morgenstern, B.L. (2004). The New Communications Technology: Applications, Policy, and Impact. Fifth Edition. Focal Press
Straubhaar, J., LaRose, R. & Davenport R.,  (2011). Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology, 2011 Update  Seventh  Edition. Thomson-Wadsworth 

Infrastruktur Media dan Telekomunikasi Sebagai Motor Pertumbuhan Ekonomi


             Berbicara mengenai teknologi media dan telekomunikasi dari sisi ilmu elektro maupun mesin, maka kita bisa mendapatkan begitu banyak essay dan buku yang dapat memberikan kita informasi mengenai hal tersebut, baik dari segi infrastruktur, software dan hardwarenya hingga perkembangannya dari generasi ke generasi. Namun, lain hanyanya ketika kita berbicara mengenai teknologi media dan telekomunikasi dalam konteks ilmu komunikasi dan pengaruhnya terhadap masyarakat, maka sangat jarang kita bisa mendapatkan buku, essay ataupun penelitian yang menyoroti hal tersebut. Padahal jika ditelaah lebih jauh, dilihat dari perspektif teori komunikasi, kemajuan di bidang teknologi media dan telekomunikasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya masyarakat, gaya hidup, bahkan berefek pada pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
Perkembangan teknologi media dan komunikasi yang kini telah, tengah dan akan kita nikmati, tak lepas dari peran infrastruktur yang menyusunnya. Infrastruktur media dan telekomunikasi menurut Grant & Meadows yaitu struktur fisik yang menjadi prasarana dalam jaringan komunikasi. Jika infrastruktur teknologi media dan telekomunikasi berkembang dengan baik, maka hal tersebut juga akan semakin meningkatkan efek kemajuan dibidang teknologi media dan telekomunikasi.
Infrastruktur media dan telekomunikasi telah ada sejak jaman Yunani kuno, dimana infrastruktur masih tradisional dan bersifat analog. Infrastruktur analog yaitu struktur fisik yang lebih banyak melibatkan panca indra untuk memproses informasi, misalnya manusia menggunakan api, asap atau lampu sebagai media penyampaian informasi, dalam hal ini asap, lampu, atau api merupakan contoh infrastruktur media analog. Kelemahan infrastruktur ini adalah rentan terhadap cuaca buruk ataupun noise; jaringan frekuensi penerima informasi relatif sempit; alat-alat masih sederhana dimana satu alat hanya bisa memberikan satu fungsi, yaitu untuk memproduksi, mendistribusikan atau menyimpan informasi; kurang efektif dan efisien dalam kecepatan penyampaian, memproses ataupun menangkap informasi.
Infrastruktur teknologi telekomunikasi tradisional seperti asap, api, ataupun lampu, mengalami perkembangan sejak pada tanggal 24 Mei 1844 Morse berhasil memecahkan kode Morse dan menandai dimulainya era telekomunikasi. Setelah kode morse terpecahkan, para ahli dibidang teknologi pun mulai mengembangkan berbagai penelitian dibidang infrastruktur telekomunikasi, menggunakan elektromagnet. Berkat infrastruktur yang semakin berkembang, teknologi telekomunikasipun semakin berkembang. Secara berturut-turut pada tahun 1876 Alexander Graham Bell berhasil menciptakan alat yang kini kita kenal dengan telepon, dan tahun 1896 Marconi menemukan telegraf. Inilah cikal bakal dari infrastruktur penyusun teknologi telepon, radio, televisi, dan internet.
Infrastruktur teknologi media analog yang masih banyak menggunakan tenaga manusia untuk penyampaian informasi, kini semakin berkembang dan maju dengan adanya infrastruktur teknologi media digital. Yaitu struktur fisik yang menggunakan konsep 0 dan 1, yang dapat memproses, mendistribusikan dan sekaligus mengkonsumsi informasi. Sehingga tidak lagi banyak menggunakan tenaga manusia. Di era ini, infrastruktur media mempunyai multi fungsi, yaitu input, process, output dan sekaligus strorage. Terdiri dari struktur hardware, software, procedure, brainware dan content dari informasi. Infrastruktur teknologi media digital ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan infrastruktur analog, yaitu lebih tahan menghadapi cuaca buruk ataupun noise; jaringan frekuensi penerima informasi relatif lebih luas; hasil informasi yang diterima lebih cepat, jelas dan akurat; lebih efektif dan efisien karena satu alat dapat berfungsi sebagai input, process, output dan sekaligus strorage; lebih sedikit menggunakan tenaga manusia, karena semua dilajankan dengan sistem digital.
Perkembangan infrastruktur media dan telokomunikasi membuka jalan bagi terciptanya berbagai teknologi media dan telekomunikasi yang makin canggih dan berdayaguna tinggi. Hal tersebut tentu akan memberikan pengaruh besar terhadap budaya masyarakat, gaya hidup, bahkan berefek pada pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Berkat infrastruktur yang semakin berkembang, teknologi telekomunikasipun semakin berkembang, hal tersebut yang mendorong Pemerintah untuk semakin meningkatkan infrastruktur media dan telekomunikasi di Indonesia secara merata, sehingga berbagai menfaat teknologi komunikasi bener-bener dapat dimaksimalkan sebagai sarana kemajuan dan pertumbuhan ekonomi.
Ketersediaan infrastruktur teknologi komunikasi di Indonesia yang memadai, dalam hal ini jumlah akses, kualitas jaringan, jangkauan frekuensi, menjadi hal vital yang harus dipenuhi agar teknologi media dan telekomunikasi tidak hanya memberi manfaat untuk alat komunikasi tetapi berperan pula dalam menghasilkan peluang ekonomi masyarakat untuk mengembangkan bisnis, pendidikan, traveling, pariwisata, hiburan, industri ekonomi kreatif dan lain sebagainya.
Infrastruktur teknologi telekomunikasi yang merata di setiap wilayah Indonesia, akan meningkatkan kualiatas informasi bagi masyarakat, arus informasi yang diciptakan menjadi lebih lancar dan cepat sampai pada sasaran, dan dapat menjadi motor penggerak untuk kegiatan yang lebih produktif, seperti membuka peluang usaha, kegiatan bisnis, pendidikan, transportasi, pariwisata, dan kemajuan dalam industri perfilman dan musik.
Hudson dari University of San Francisco, meneliti tentang vitalnya infrastruktur teknologi media dan komunikasi di suatu Negara, yaitu : memberikan pemahaman atau promosi tentang suatu produk, sehingga menjadi media antara produsen dan konsumen dalam melakukan transaksi ekonomi; menjadi motor penggerak untuk membangun daerah dan efisiensi di bidang transportasi; dapat membantu suatu daerah yang terisolir mendapatkan akses komunikasi dan informasi sehingga dalam keadaan darurat dapat segera mendapat bantuan dari luar; menjalin kerjasama Internasional dengan Negara-negara lain di bidang pemerintahan, pariwisata dan bisnis. Jika diringkas, maka manfaat infrastruktur teknologi media dan telekomunikasi yaitu : efisiensi (menghemat pengeluaran), efektivitas (meningkatkan kualitas) dan equity (memberi manfaat bagi masyarakat).
Coba kita tengok, kini kota-kota yang menjadi sentral industri pariwisata dan kuliner, seperti Bali, Yogyakarta, Surakarta, dan Lombok, sudah sangat familiar dengan adanya kampung cyber. Kampung cyber bisa diartikan sebagai ’desa dunia maya’, dimana kampung/desa tersebut dapat memaksimalkan setiap potensi wilayahnya, mulai dari tempat wisata, kuliner, kerajinan tangan, dan pertunjukan seni, melalui blog, facebook, ataupun twitter. Setiap warga di kampung cyber boleh menulis ulasan tentang potensi wilayahnya tersebut. Hal itu tentu sangat membantu dalam mempromosikan potensi tiap-tiap daerah hingga jangkauan nasional dan Internasional.
Kampung cyber terbentuk tentu membutuhkan infrastruktur teknologi yang menyusunnya, antara lain adanya laptop, komputer, dan konektivitas layanan berupa telepon ataupun WIFI yang diberikan oleh Pemerintah ataupun sponsor dari beberapa perusahaan telekomunikasi. Selain ketersediaan infrastruktur teknologi telekomunikasi, juga diperlukan pelatihan/training bagi warga agar dapat memaksimalkan fungsi dari teknologi telekomunikasi di kampong cyber tersebut, sehingga warga tidak hanya kaya akan informasi dan pengetahuan, namun juga dapat menjaga nilai-nilai lokal budaya setempat agar tidak terpengaruh dari budaya luar, dalam artian walaupun berwawasan luas, namun tetap mempertahankan ciri khas budaya setempat dan tidak kehilangan jati diri.
Tidak hanya mengajarkan masyarakat untuk melek teknologi dan lebih memaksimalkan manfaat teknologi komunikasi, namun kampung cyber juga bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan daerah dan negara, membuka peluang usaha dan lapangan pekerjaan, dan sarana untuk saling sharing informasi antar sesama produsen/pengelola tempat wisata, baik untuk menciptakan produk, mengelola, hingga mendistribusikan/memasarkannya.

BukuAcuan
Deloitte. (2008). Nusantara Terhubung, Peran Internet dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta
Dominick, J. R. (2008). The Dynamics of Mass Communication: Media in the Digital Age, Tenth Edition, McGraw-Hill, International Edition
Grant, A. E. & Meadows, J. H. (2010). Communication Technology Update and Fundamentals. 12th Edition. Focal Press
Hudson E. Heather. (1995). Director Telecommunications Management and Policy Program McLaren School of Business University of San Francisco, Economic and Social benefits of Rural Telecommunications, World bank.
Mirabito, M.A.M & Morgenstern, B.L. (2004). The New Communications Technology: Applications, Policy, and Impact. Fifth Edition. Focal Press
Straubhaar, J., LaRose, R. & Davenport R.,  (2011). Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology, Update  Seventh  Edition. Thomson-Wadsworth 

Social Marketing di Era Web 2.0


         Perkembangan teknologi dan komunikasi kini menjadi semakin dekat dan erat hubungannya dengan adanya inovasi di berbagai sarana komunikasi. Menurut Rogers (2003) Komunikasi yaitu pertukaran pesan untuk mencapai pengertian bersama antara dua orang atau lebih, sedangkan teknologi komunikasi merupakan sarana atau alat manusia dalam bertukar pesan tersebut.
Dari masa ke masa, teknologi komunikasi semakin berkembang. Selalu ada inovasi di bidang teknologi komunikasi untuk menjawab berbagai kebutuhan manusia, baik untuk meningkatkan taraf hidup, memudahkan pekerjaan, sebagai media sosialisasi antar manusia, hingga sebagai sarana hiburan/entertaiment. Sejak ditemukan bahasa lisan dan tulisan, sejak itu pulahlah teknologi mulai ditemukan, berkembang, dan terus disempurnakan mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan manusia.
Bukan hal asing lagi ketika kita memperoleh informasi dari majalah atau koran, memiliki telepon, televisi, radio, dan yang teranyar adalah komputer dengan jaringan internet di dalamnya, itulah hasil dari perkembangan teknologi komunikasi. Internet yaitu jaringan hardware yang bisa menghubungkan komputer di seluruh dunia, dengan menghantarkan informasi secara instan dan global. Internet sendiri berasal dari kata inter-network, dimana awal mula internet hanyalah untuk komunikasi nonkomersial, dan hanya digunakan untuk pertukaran data di suatu perusahaan atau institusi. Kini internet berkembang menjadi media massa yang lebih luas, yang dapat menghantarkan dan menerima informasi antar pribadi ataupun kelompok.
Ketika kita menggunakan internet, maka kita dapat memanfaatkan beberapa layanan di dalamnya, yaitu komunikasi langsung misalnya aplikasi e-mail dan chat, layanan (software) diskusi menggunakan aplikasi milis, blog, bulletin, sumber informasi menggunakan World Wide Web (www). Dari aplikasi-aplikasi tersebut tentu membawa banyak manfaat dan kemudahan bagi masyarakat luas, tidak hanya untuk kepentingan bisnis saja, namun juga bermanfaat untuk menyuarakan pendapat, eksistensi diri, sosialisasi, dan juga sarana hiburan. Sehingga tak heran apabila kini aktivitas-aktivitas di berbagai sektor masyarakat pun berbasis internet, misalnya e-Banking, e-Learning, e-Government, dan lain sebagainya.
 Internet inilah yang merupakan pelopor munculnya era media baru. Media baru sebenarnya bukanlah hal baru, namun perkembangan di Indonesia baru benar-benar dapat dimaksimalkan manfaatnya di era globalisasi pada saat ini. Media baru yang dibentuk oleh komputer ini, dalam pandangan luas berbeda dengan radio, televisi dan komputer, namun merupakan konvergensi antara audio/video dengan World Wide Web.
Melalui layanan World Wide Web atau web di jalur internet, media baru atau media online menjadi sarana komunikasi yang bersifat kolektif, dimana masing-masing individu didalamnya dapat saling bertukar pendapat, informasi, mendapatkan berita yang up to date secara cepat, dan efisien. Web mampu memberikan informasi bagi pengguna komputer yang terhubung denga  jaringan internet.
Adalah Barners-Lee dari Massachusetts Institute of Technology yang pertama kali mengelalkan dan mengembangkan situs web. Tentu untuk saat ini, web mengalami banyak perkembangan. Dari awal ditemukan, web berbentuk standart dan dikenal dengan WEB 1.0. Web tersebut masih bersifat statis dan informatif. Untuk berbagai layanan di internet berwujud static web dan dihubungkan oleh hyperlink. WEB 1.0 ini hanya bersifat satu arah dan hanya berbentuk profil, portal berita, ataupun email. Hingga pada tahun 2003, O’Reilly Media mencetuskan era WEB 2.0, yang merupakan pengembangan dari WEB 1.0. WEB 2.0 ini memiliki keunggulan, pengguna web dapat saling berinteraksi, tidak hanya pasif menerima informasi, namun bisa juga memberikan input berupa komentar, mengupload foto, video.
Di era WEB 2.0 inilah media baru mulai berkembang, melalui berbagai akun sosial seperti blog, facebook, twitter, youtube, semua orang bisa menjadi sumber informasi. Informasi yang disampaikan dapat lebih cepat, efektif, dan efisien. Bila dulu ketika menggunakan media konvensional seperti Koran atau majalah untuk mengemukakan pendapat, maka akan ada pihak editor majalah yang akan menyeleksi pesan kita, belum lagi tata letak majalah/Koran yang terbatas, sehingga kebebasan kita untuk berekspresi terbatas. Namun kini, berkat WEB 2.0, setiap orang bebas mengungkapkan ide, masukan, ataupun kritikan melalui berbagai macam akun yang terdapat dalam web tersebut.
Salah satu aktifitas sosial yang semakin berkembang dengan era web 2.0 yaitu social marketing atau pemasaran sosial. Social marketing adalah perancangan program yang bertujuan untuk merubah perilaku seseorang, demi meningkatkan kesehatan, mencegah kecelakaan atau menjaga lingkungan, dan biasanya dilakukan oleh pemerintah atau lembaga nirlaba. Perinsip sosil marketing yaitu menolak perilaku potensial yang negative, memodifikasi beberapa perilaku dan meninggalkan perilaku lama. Salah satu contoh kegiatan sosial marketing adalah ajakan untuk berhenti merokok, stop narkoba, penggunaan alat kontrasepsi untuk mengendalikan angka kelahiran, penghentian penebangan pohon secara liar, dan lain sebaginya.
Tujuan dari sosial marketing yaitu dapat merubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok, hal tersebut tentu bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan. Sehingga dalam hal ini diperlukan media yang tepat untuk menyampaikan pesan, agar informasi yang disampaikan dapat tepat sasaran. Media yang digunakan untuk social marketing dahulu hanya menggunakan karakter media below the line, yaitu menggunakan poster, booklet, leaflet, ataupun pameran. Hal tersebut tentu tidak efektif untuk penyampaian pesan, terutama pesan yang ditujukan untuk anak-anak muda. Kini di era WEB 2.0, aktifitas social marketing menjadi lebih mudah, efektif dan efisien. Setiap orang diajak pula untuk aktif, bersama-sama mengikuti kegiatan sosial marketing melalui opini, essay, fotografi, ataupun uploud video yang berisi kampanye sosial marketing.
Seperti yang telah digalakkan oleh UNICEF Indonesia yang mempunyai akun U-Report Media di twitter dan Facebook, yaitu akun untuk social marketing yang ditujukan sebagai tempat anak-anak muda untuk berkontribusi meyumbangkan ide, dan menyuarakan isu-isu yang berhubungan dengan anak muda dan remaja di Indonesia. Hal tersebut tentu sangat efektif, karena akun sosial marketing tersebut ditujukan untuk dan dibuat oleh anak-anak muda sendiri. Isu-isu yang berhubungan dengan anak-anak muda seperti narkoba, sex bebas, dan HIV AIDS dapat diinformasikan di akun tersebut, selain itu juga melatih kreatifitas kaum muda Indonesia untuk berekpresi menyuarakan pendapatnya melalui video, fotografi, ataupun essay mengenai isu-isu yang berhubungan dengan anak-anak muda dan remaja, dan langsung dapat diupload di akun U-REPORT tersebut. Berkat WEB 2.0 aktifitas sosial marketing menjadi lebih efektif, efisien dan tepat sasaran.

BukuAcuan
Dominick, J. R. (2008). The Dynamics of Mass Communication: Media in the Digital Age, Tenth Edition, McGraw-Hill, International Edition
Grant, A. E. & Meadows, J. H. (2010). Communication Technology Update and Fundamentals. 12th Edition. Focal Press
Joseph Dominick, Fritz Messere & Barry L. Sherman. 2004. Broadcasting, Cable, The Internet, and Beyond: An Introduction To Modern Electronic Media. New York: McGraw Hill
Philip Kotler, Ned Roberto, Nancy Lee, Social Marketing Improving the Quality of Life, Sage Publications, New Delhi, India.
Raddick, Randy; King, Elliot. Internet Untuk Wartawan-Internet Untuk Semua Orang. 1996. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Rogers, E.M. (2003). Diffusion of Innovations, 5th edition, NY: Free Press
Straubhaar, J., LaRose, R. & Davenport R.,  (2011). Media Now: Understanding Media,  Culture, and Technology, 2011 Update  Seventh  Edition. Thomson-Wadsworth 

FORMULA KEBERUNTUNGAN

The best luck of all is the luck you make for yourself (Douglas MacArthur)   Kita mungkin pernah tau bahwa di dunia ini ada jenis manusi...