Thursday, 19 June 2014

SURAT SEORANG GADIS KEPADA AYAHNYA

Minggu lagu saya mendapat kiriman cerita ini via email dari seorang teman. Ceritanya sangat inspiratif dan mengajarkan kita tentang seni bersyukur. Berikut ceritanya :

Di suatu pagi yang cerah, tapi tidak seperti hati seorang ayah yang memeriksa kamar puterinya yang terlihat sangat rapi... (tumben, batin ayahnya) dan menemukan sepucuk surat di atas meja dengan amplop bertuliskan “Untuk Ayahanda tercinta” ..dengan penuh was-was dan tangan gemetar, sang ayah membuka amplop dan membaca isi suratnya.
Dengan perlahan dan penuh seksama sang ayah mulai membaca…

Ayah tercinta,
Aku menulis surat ini dengan perasaan sedih dan sangat menyesal. Saat ayah membaca surat ini, aku telah pergi meninggalkan rumah. Aku pergi bersama kekasihku, dia cowok yang baik. Setelah bertemu dia, ayah juga pasti akan setuju meski dengan tattoo tatto dan piercing yang melekat ditubuhnya, juga dengan motor bututnya serta rambut gondrongnya. Dia sudah cukup dewasa meskipun belum begitu tua (aku pikir jaman sekarang 42 tahun tidaklah terlalu tua).
Dia sangat baik terhadapku, lebih lagi dia ayah dari anak di kandunganku saat ini. Dia memintaku untuk membiarkan anak ini lahir dan kita akan membesarkannya bersama. Kami akan tinggal berpindah-pindah, dia punya bisnis perdagangan extacy yang sangat luas, dia juga telah meyakinkanku bahwa marijuana itu tidak begitu buruk. Kami akan tinggal bersama sampai maut memisahkan kami. Para ahli pengobatan pasti akan menemukan obat untuk AIDS jadi dia bisa segera sembuh. Aku tahu dia juga punya cewek lain tapi aku percaya dia akan setia padaku dengan cara yang berbeda.
Ayah…jangan khawatirkan keadaanku. Aku sudah 15 tahun sekarang, aku bisa menjaga diriku. Salam sayang untuk kalian semua. Oh iya, berikan bonekaku untuk adik, dia sangat menginginkannya.

Sang Ayah wajahnya merah padam,dengan perasaan campur aduk..ada marah..emosi..tapi kekawatiran dan penyesalan juga
terlihat dari sorot matanya.

Ternyata masih ada lembar kedua yg belum terbaca.
Nb :
Ayah, tidak ada satupun dari yang aku tulis diatas itu benar, aku hanya ingin menunjukkan bahwa masih ada ribuan hal yg lebih mengerikan daripada nilai rapotku yg banyak angka merahnya itu. Kalau ayah sudah menandatangani rapotku diatas meja, panggil aku ya. Aku ada di tetangga sebelah.
Tidak seperti kebanyakan ayah yang sedih melihat rapor anaknya yang buruk, hati ayah justru berbunga-bunga karena ia tidak kehilangan anaknya. Memang kali ini, keterlaluan sekali becanda anak gadisnya!
Sahabat, Cerita ini sebenarnya adalah mengajarkan kita tentang seni bersyukur dan seni berkomunikasi dengan diri. Kalau Anda ingin bersyukur atas kesulitan yang kita terima maka kita sebaiknya membayangkan kesulitan lebih besar yang mungkin bisa kita alami. dengan demikian kita bisa menghindari diri dari stres atau kegalauan yang berkepanjangan.
Masalah kekecewaan hati atau rasa tidak bersyukur biasanya tidak berhubungan dengan uang tapi lebih karena penerimaan hati. Orang yang tidak bersyukur biasanya FOKUS PADA YANG TIDAK DIPUNYAI sedangkan ORANG BERSYUKUR FOKUS PADA YANG DIMILIKI.
Kita bisa melihat anak kampung bahagia main layang layang yang 1 set berharga tidak lebih dari Rp 5000. Tapi anak orang kaya ngambek pada orang tuanya padahal baru dibelikan pesawat remore control seharga 5 juta. Kenapa? Karena anak kaya itu suka dengan yang model baru seharga 15 juta.
Ada anak kaya yang ngambek pada orang tuanya karena link internet putus satu hari karena lupa bayar bulanan, padahal ia sudah beruntung bisa mengakses internet selama 29 hari sebelumnya.
Memang apa yang dilakukan si gadis pada Ayahnya agak keterlaluan, tapi itu gambaran dramatis tentang bagaimana bisa membuat diri kita bersyukur apa adanya.
Sudahkan Anda bersyukur hari ini?

Tuesday, 17 June 2014

Untold Story

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ia membuat sesuatu indah pada waktunya (Pengkhotbah 3:1, 3:11)

Seperti hanya bermain pazzel, hidup pun bagi saya seperti menyusun pola-pola pazzel kehidupan. Antara kejadian satu dengan yang lain saling berhubungan satu sama lain, namun kadang sulit kita mengerti dan kita pahami. Kadang kita bertanya, mengapa kejadian itu terjadi? Apa sebenarnya yang Tuhan kehendaki? lebih-lebih apabila kejadian tersebut sangat berat bagi kita. Sampai di suatu titik, kelak kita akan sadar bahwa rencana Tuhan tak akan pernah salah.
Saya sempat mengalami, dimana saya berada dititik terlemah dalam hidup saya, yaitu saya kehilangan orang yang sangat saya sayangi. Dia cinta pertama saya, bahkan ketika saya belum mengenal arti cinta sesungguhnya. Dia penopang hidup saya, penolong saya ketika saya jatuh, penghibur saya ketika saya menangis, guru, pembimbing dan teladan hidup saya. Ya! dia adalah Ayah saya. Saya telah kehilangan dia selama-lamanya. Tuhan memanggil ayah saya satu tahun yang lalu (2013).
Dunia saya yang semula lengkap dan penuh warna, mendadak menjadi kelabu. Semua terjadi begitu cepat. Waktu itu tanpa firasat apapun, tepat tanggal 4 Juni 2013 pagi hari, saya yang waktu itu sedang berada di kantor, diberi kabar oleh ibu saya bahwa Ayah saya masuk rumah sakit karena serangan jantung. Sayapun segera meninggalkan kantor saya yang berada di Jogja dan berangkat ke Rumah Sakit Dr. Moewardi Solo bersama adik dan saudara-saudara saya.
Sementara itu, kondisi Ayah saya semakin memburuk, kondisinya kritis, sekujur tubuh Ayah sudah lemas dan dingin, tekanan darah drop, detak jantung turun. Ibu saya seorang diri menemani Ayah saya diruang ICU. Saya tahu bagaimana perasaannya saat itu, melihat orang yang sangat dicintainya sedang berjuang melawan maut.
Saat itu, saya merasakan perjalanan dari Jogja ke Solo menjadi perjalanan terlama yang pernah saya lalui. Semakin lama perasaan saya semakin tak tenang. Setiap kali ada telpon masuk, saya semakin lemas. Saya ketakutan. Pikiran saya tak menentu. Saya takut, hal yang paling saya takutkan di dunia ini terjadi, yaitu kehilangan orang tua saya. Saya belum siap untuk kehilangan dia.
Saya mulai sibuk dengan pikiran saya, sampai tak sadar bahwa mobil berputar arah, yang semula menuju Rumah Sakit, ternyata menuju rumah saya. Sesampainya di depan rumah, saya sangat kaget karena sudah banyak karangan bunga duka cita di depan rumah saya, banyak sekali orang mengenakan pakaian hitam. Suara tangis bersahutan terdengar. Dan detik itu saya sadar, bahwa saya telah kehilangan Ayah saya untuk selama-lamanya.
Ayah meninggal tanpa meninggalkan pesan apapun bagi saya, adik saya ataupun Ibu saya. Sedih ketika saat-saat terakhir, saya tidak berada di samping Ayah saya.  Saya belum sempat memberikan pelukan terakhir saya, dan mengatakan betapa saya sangat mencintai Ayah saya. Saya belum sempat minta maaf atas segala kesalahan saya. Saya belum sempat berterima kasih atas cinta, kasih sayang, perhatian, bimbingan, ataupun materi dan segala hal yang telah Ayah berikan untuk saya dan adik saya.
Memang terasa sangat berat, kehilangan Ayah. Saya sempat berada di masa-masa sulit, dimana saya kehilangan arah, tidak ada lagi penopang dalam hidup saya. Tidak ada lagi tempat berbagi suka dan duka. Impian saya untuk diantarkan Ayah saya ke depan altar perkawinan pun juga harus berakhir. Dunia saya terasa sepi dan tidak lengkap lagi. Ayah sudah berada di ruang dan waktu yang berbeda. Sulit menerima kenyataan ini.
Seperti halnya menyusun pazzel, saya pun mulai menemukan kepingan-kepingan pazzel yang lainnya. Saya memutuskan untuk pindah kantor ke Jakarta. Dulu, mungkin saya bertanya-tanya apa sebenarnya kehendak Tuhan? apa tujuan Tuhan menuntun saya meninggalkan tempat yang satu dan menaruh saya ke tempat yang lain? apa tujuan Tuhan untuk mempertemukan saya dengan orang yang satu dan memisahkan saya dengan orang yang lain? Namun kini saya mengerti, bahwa rencana Tuhan tak pernah salah. Dari kesedihan dan kehilangan, saya belajar untuk menjadi manusia yang lebih kuat dan sabar. Bahkan, tak pernah terpikir sebelumnya bahwa saya sanggup melewati ini semua dengan baik. Kuncinya adalah jangan meneyerah. Jangan sekali-kali menyerah. Untuk perkara besar ataupun kecil. Jangan menyerah. Percayalah pasti akan selalu ada pelangi setelah badai hebat.
Saya yakin, orang sebaik Ayah pasti di terima di sisi Tuhan. Dalam berbagai kesempatan, siapapun yang sempat mengenal ayah, pasti tak menyangsikan kebaikan dan kemurahan hatinya. Semoga saya dapat meneladan sikap baik Ayah, dan dapat menjadi pribadi yang lebih kuat, sabar dan ikhlas dari hari ke hari.
Satu hal lagi, saya percaya apapun itu sebutanNya, diatas sana ada yang mengatur hidup kita, dan dia amat baik. Apapun yang terjadi dalam hidup kita, pandanglah bahwa itu semata-mata karena cintaNya kepada kita, untuk menjadi kan kita pribadi yang lebih baik dan hebat dimataNya.
My Father Vitus Soejito



Friday, 13 June 2014

TENTANG PERHATIAN

Pernah mendengar istilah : The more you care, the more you have to lose? Yang berarti semakin besar kamu memberikan perhatian kepada seseorang, maka semakin besar kamu kehilangan dia ketika dia pergi. Istilah tersebut ada benarnya, namun alangkah lebih baiknya jika kita selalu berfikiran positif dalam memandang sesuatu. Bagaimana kalau analoginya kita balik, yaitu perhatian berbanding lurus dengan kebahagian, semakin kita memberikan dan mendapatkan perhatian dari seseorang maka semakin besar kadar rasa bahagia kita, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, sehingga tak dapat dipungkiri ingin selalu diperhatikan dan memperhatikan orang lain.
Diperhatikan dan memperhatikan orang lain, berarti terdapat tukar-menukar perhatian. Kesatuan  perhatian yang terdapat jika dua orang saling tukar menukar perhatian disebut Stroke. Stroke atau perhatian terbagi dalam beberapa bentuk, mulai dari yang sederhana hingga yang lebih kompleks. Bentuk perhatian yang sederhana, misalnya perhatian verbal dengan mengucapkan “Take care ya.” Atau juga bisa dengan pertanyaan “ kamu sudah makan belum? Jangan telat makan, nanti kamu sakit”. Perhatian juga dapat berupa sesuatu yang bersifat materi, misalnya : saya memberi hadiah ulang tahun kepada orang tua saya, atau saya memberi uang kepada pengamen jalanan.
Mungkin dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah biasa melakukan stroke, sampai kita tidak sadar akan hal itu. Kita akan sadar jika telah terjadi penyimpangan dalam stroke, misalnya saja, saat perhatian kita kepada orang lain tak berbalas. Kita menyapa dan tersenyum dengan seseorang, namun orang tersebut tidak membalas senyum dan sapaan kita, maka kitapun akan merasa tidak nyaman. Macam-macam pertanyaan bergejolak dalam benak kita, “Adakah yang salah sama diriku, sampai dia tidak mau membalas sapaanku tadi?”
Kita sudah terlalu biasa menerima perhatian, baik itu perhatian yang bersifat simple, seperti saling senyum dan mengucapkan selamat pagi, sampai perhatiaan yang lebih mendalam. Sehingga saat kita tidak menerima perhatian tersebut jiwa menjadi tidak tenang. Karena pada dasarnya setiap manusia membutuhkan perhatian.
Ada beberapa jenis perhatiaan, yaitu yang pertama dengan atau tanpa kata, verbal, atau non-verbal; yang kedua negative atau positif; dan yang ke tiga bersyarat atau tidak bersyarat. Saya akan memberikan contohnya satu-persatu.
Setiap weekend, saya dan teman-teman biasanya bertemu dan jalan bareng, kita biasanya makan, mengobrol, bergosip, dan foto-foto selfie. Kami tak hanya saling berbagi makanan, tapi juga berbagi cerita, kadang juga menepuk pundak, bersalaman, dan juga berpelukan. Dengan demikian dalam aktivitas tersebut terdapat penukaran perhatian dalam bentuk perkataan dan dalam bentuk tanpa kata, yang dinamakan juga bentuk perhatian verbal dan non verbal.
Perhatian yang ke dua adalah mengenai pehatian positif dan negative. Saya ambil contoh berikut ini : seorang anak tunggal dan berasal dari keluarga berada, namun sayang dia kurang mendapat perhatian yang cukup dari orang tuanya. Sehingga dia merasa kurang kasih sayang dan perhatian. Sampai dewasapun dia masih seperti anak-anak, dia selalu mencari perhatian orang lain dengan kenakalan-kenakalan dan keisengan yang dia buat. Sehingga orang lain atau teman-temannya akan memberikan perhatian yang negative kepadanya. Namun, buat dia, biarpun sakit, lebih baik diperhatikan secara negative, daripada tidak mendapat perhatian sama sekali.
Bentuk perhatian yang terakhir adalah mengenai perhatian yang bersyarat dan tidak bersyarat. Sebagai contoh, biasanya setiap perusahaan akan memotifasi para karyawannya dengan memberikan award atau penghargaan bagi karyawan yang berprestasi. Penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi dan perhatian perusahaan bagi para karyawannya. Misalnya, apabila divisi marketing mencapai target perusahaan, mereka akan mendapat penghargaan dan bonus lebih dari perusahaan. Apabila divisi tersebut tidak mencapai target, maka merekapun tidak mendapat award yang telah dijanjikan tersebut. Itulah salah satu bentuk perhatian yang bersyarat.
Biasanya perhatian bersyarat bisa bersifat negative juga. Misalnya saat perusahaan hanya akan memberikan perhatian saat karyawan berdemo atau mogok kerja, sehingga kadang-kadang karyawan sering mogok kerja atau bahkan berdemo dengan disertai perusakan, agar dia mendapat perhatian perusahaannya.

Demikian sebagian kecil, contoh bentuk-bentuk perhatian dalam hidup kita sehari-hari. Yuk, saling mengisi dan melengkapi satu sama lain dengan cara saling berbagi perhatian, tentunya dengan berbagi perhatian yang positive dan membangun. Selamat berbagi! J

Thursday, 12 June 2014

ESENSI TELEVISI

Setelah pulang kantor kemarin, iseng-iseng saya menyalakan televisi, sempat pesimis mendapatkan program acara televisi yang menarik. Ternyata dugaan saya benar, secara tidak sengaja saya menonton stasiun televisi yang saat itu sedang menayangkan FTV (Film Televisi) yang berjudul “Aku Dibuang Suamiku Seperti Tisu Bekas”. Dari judulnya sudah bisa dibayangkan bahwa FTV tersebut tak jauh dari unsur kekerasan dan bias gender.  Bukannya terhibur, acara tersebut justru membuat saya semakin jengkel dan sedih.
Entah kenapa semakin lama program-program acara di televisi Nasional, semakin tidak mendidik, padahal televisi mempunyai peran penting bagi masyarakat. Terdorong dari keprihatinan saya terhadap program-program acara di televisi nasional, berikut ini saya mencoba menulis tentang esensi televisi secara sederhana.

Kebudayaan manusia terbagi dalam tiga bagian besar, yaitu kebudayaan lisan, tulisan, dan audiovisual. Kebudayaan manusia yang teranyar adalah kebudayaan audiovisual, yaitu perpaduan antara teknologi audio (suara) dan visual (gambar/gerak). Contoh benda hasil budaya audiovisual adalah internet dan televisi. Sedangkan ciri-ciri kelompok masyarakat dalam budaya tersebut adalah, kelompok  masyarakat yang aktif, kreatif, modern, dan menyukai hal-hal yang bersifat instan.
Televisi sebagai bagian dari kebudayaan audiovisual baru, merupakan medium yang paling kuat pengaruhnya dalam membentuk sikap dan kepribadian baru masyarakat secara luas. Hal ini disebabkan oleh satelit dan pesatnya perkembangan jaringan televisi yang menjangkau masyarakat hingga ke wilayah terpencil (Wibowo, 1997 : 1).
          Pada dasarnya, televisi dibuat oleh sebuah lembaga penyiaran. Penyiaran adalah kegiatan pembuatan dan proses menyiarkan acara siaran radio maupun televisi, serta pengelolaan operasional perangkat lunak dan keras, yang meliputi segi idiil, kelembagaan dan sumber daya manusia, untuk memungkinkan terselenggaranya siaran radio atau televisi (Wahyudi, 1994 : 6).
          Siaran, terlebih lagi siaran televisi memiliki daya penetrasi sangat kuat terhadap individu/kelompok, akibatnya siaran televisi dapat menimbulkan dampak yang luas bagi masyarakat. Mau dibawa ke positif atau sebaliknya, sangat tergantung dari “The man behind the broadcasting”.
     Karena memiliki pengaruh yang besar bagi khalayak, maka dalam hal ini terdapat patokan-patokan bagi penyiaran televisi, agar menimbulkan efek yang positif bagi khalayak. Patokan-patokan tersebut menurut Wahyudi (1994 : 5) adalah dihasilkannya:
·      Siaran yang berkualitas      : adalah siaran yang kualitas suara atau gambar prima
·      Siaran yang baik               : adalah siaran yang isi pesannya, baik audio dan visualnya bersifat normatif, edukatif, persuasif, akumulatif, komunikatif, dan stimulatif, serta sejalan dengan ideologi, norma, etika, estetika dan nilai-nilai yang berlaku
·      Siaran yang benar             : adalah siaran yang isi pesannya baik audio dan atau visualnya diproduksi sesuai dengan sifat fisik medium radio dan atau televisi.
       Sehingga dapat disimpulkan, bahwa penyiran televisi dapat dikatakan bermutu tinggi apabila dapat memenuhi standar atau patokan yang telah disebutkan diatas. Apabila salah satu dari aspek tersebut tidak ada, maka penyiaran televisi dapat dikatakan kurang bermutu.
Televisi ada untuk memberikan manfaat bagi masyarakat. Manfaat yang diberikan hendaknya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dan bukan hanya dirasakan oleh sekelompok orang saja.Oleh karena itu, harus ada keberimbangan pada setiap acara-acara dalam televisi tersebut.
Penyiaran acara televisi harus mencakup ketiga manfaat televisi yang telah disebutkan diatas, yaitu untuk sarana hiburan, edukasi/pengajaran dan menyampaikan informasi. Sehingga, dengan demikian, televisi baru dapat memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat. Apabila hanya salah satu aspek saja yang ditekankan, misalnya hanya acara-acara hiburan yang lebih banyak ditayangkan dalam televisi, maka hal tersebut dapat dikatakan bahwa televisi memberikan manfaat yang tidak berimbang bagi masyarakat.
Acara-acara yang bersifat hiburan jauh memberikan keuntungan/profit bagi stasiun televisi, karena akan mendapatkan banyak sponsor (iklan), sehingga hal tersebut mengakibatkan stasiun televisi lebih banyak memberikan program acara yang bersifat hiburan daripada edukasi ataupun informasi. Tentu hal tersebut sangat disayangkan, karena masyarakat tidak dapat mendapatkan haknya untuk memperoleh siaran yang mendidik atau mendapatkan informasi yang mencukupi.

Wednesday, 11 June 2014

BORN AGAIN

Terlahir kembali! Itulah kata ajaib yang mendorong saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Meninggalkan kebiasaan dan sifat-sifat buruk di masa lalu, dan menggantinya dengan kebiasaan baik. Setiap hari, dari hari ke hari, saya selalu mendorong diri saya untuk terlahir kembali, menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, baik dari segi tutur kata, sifat, hingga cara berpakaian dan berdandan.

Saya percaya, hidup adalah sebuah proses kehidupan. Ibaratnya, kita sekarang sedang menimba ilmu di Universitas kehidupan, sehingga harusnya kita pun dapat memperoleh ilmu dari kehidupan. Ketika kerja kita tidak dihargai, maka saat itulah kita sedang belajar tentang KETULUSAN. Ketika usaha kita dinilai tidak penting, maka saat itu kita sedang belajar KEIKHLASAN. Ketika hati kita terluka sangat dalam, maka saat itu kita sedang belajar tentang MEMAAFKAN. Ketika kita lelah dan kecewa, maka saat itu kita sedang belajar tentang KESUNGGUHAN. Ketika kita merasa sepi dan sendiri, maka saat itu kita sedang belajar tentang KETANGGUHAN. Ketika kita harus membayar biaya yang sebenarnya tidak perlu kita tanggung, maka saat itu kita sedang belajar tentang BERMURAH HATI.
Pribadi yang HEBAT tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan, tapi kesukaran, tantangan ataupun air mata, hal tersebut justru membuat saya terus bertumbuh dan belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari-kehari. Born again. Terlahir kembali. Menjadi pribadi yang baru yang lebih baik lagi.
Demikian halnya dengan blog ini, My Mirror Story. Terdorong rasa kangen yang teramat sangat, akhirnya saya mulai menulis lagi. Dunia kerja ternyata cukup membuat saya mati sesaat, dimana aktivitas-aktivitas favorit yang dulu saya lakukan sewaktu kuliah seperti menulis, liputan, traveling, menyanyi, fotografi, hangout kapanpun saya mau, tidak bisa lagi saya lakukan dengan longgar di dunia saya sekarang. Rutinitas saya sekarang setiap hari seperti mesin yang sudah disetting secara otomatis, rumah-kantor-rumah-kantor, sehingga tak banyak waktu lagi untuk menikmati aktivitas-aktivitas favorit saya seperti dulu lagi.
Kangen. Siapa yang bisa membendung rasa itu, ketika perasaan itu muncul, satu-satunya penawar adalah melampiaskan kangen itu. Mulailah saya menulis blog lagi untuk mengobati rasa kangen saya kepada dunia tulis-menulis. My Mirror Story adalah blog baru, lanjutan dari blog lama saya berjudul Me and My Mirror, sewaktu masa kuliah. Tentu banyak perbedaan antara blog lama dan baru, baik dari segi isi maupun gaya bahasanya. Seperti halnya saya, Me and my Mirror pun terlahir kembali, berproses menjadi tulisan-tulisan yang lebih baik lagi.

Semoga tulisan dan share dari saya ini dapat bermanfaat bagi teman-teman semua. Tetap semangat, tetap sabar, tetap tersenyum, tetap tekun. Karena kita sedang menimba ilmu di UNIVERSITAS KEHIDUPAN. TUHAN menaruh di “tempatmu” yang sekarang, bukan karena “KEBETULAN”. Thank for reading.

GOD, WHITEHEAD AND I

Realitas bukanlah sesuatu yang statis, tetapi terus bergerak dan berubah dalam suatu proses evolusi yang tak kunjung berhenti. Dalam satuan-satuan aktual yang sudah lengkap, selalu terlibat dalam proses pembentukan dan mencipta diri.“ (Alfred North Whitehead)

            Walaupun menurut Injil semua makhluk diciptakan unik oleh Tuhan, namun saya rasa ketika saya remaja saya tak jauh beda dengan teman-teman seusia saya yang lainnya, yang kritis dengan lingkungan, yang selalu terusik dengan pikiran seperti ‘apakah Tuhan itu benar ada’, atau ‘Tuhan itu jenis kelaminnya apa‘, ‘kenapa Tuhan menciptakan saya’ , ‘kenapa saya bisa menjadi pribadi seperti saya sekarang ini’ dan lain sebagainya. Selain itu juga merupakan masa dimana saya mulai meraba ‘siapa saya sebenarnya’ bukan ‘siapa saya dimata orang lain’. Buat saya, bukan orang lain yang seharusnya tahu tentang saya, namun sayalah yang seharusnya tahu tentang siapa saya sebenarnya.
            Dan akhirnya saya harus mengakui, bahwa saya pribadi merupakan bentukan dan didikan lingkungan dan orang tua saya. Sifat, tingkah laku, cara berbicara, cara duduk, cara makan, dan bahkan cara tertawa dan tersenyum pun merupakan bentukan dari orang tua dan juga lingkungan saya. Selama dua puluh tahun saya tinggal di bumi ini, banyak pengetahuan-pengetahuan, hal-hal menarik, budi pekerti, dan juga bahkan hal-hal buruk sekalipun yang saya serap dari orang tua dan lingkungan saya, sehingga akhirnya menjadi ‘saya’ yang seperti sekarang ini. Karena, seperti yang diungkapkan Whitehead, realitas adalah sesuatu yang dinamis, dan akan terlibat dalam proses pembentukan dan penciptaan diri.
Saya termasuk orang yang mempunyai sifat parent ego-state. Kelakuan, pemikiran dan perasaan saya, banyak yang saya tiru dari orang tua atau guru saya. Mungkin, ini juga karena saya orang Jawa, yang secara turun temurun sudah dibekali wejangan, bahwa kita sebagai anak harus mentaati orang tua. Segala hal yang dilakukan orang tua selalu benar di mata mereka, sedangkan hal yang saya lakukan, selalu salah di mata mereka. Sehingga perilaku-perilaku yang saya tiru dari orang tua saya tersebut sudah mendarah daging dalam kehidupan saya, tanpa sadar saya akan taat terhadap orang tua, karena norma itu sudah masuk program Parent.
Saya sadar, saya yang dibesarkan dalam keluarga dan lingkungan budaya Jawa yang kental, telah membentuk pribadi saya menjadi benar-benar penurut, dimana saya harus selalu menyesuaikan perintah dan aturan dari orang tua. Bahwa saya harus selalu bersikap sopan dengan orang lain, walaupun saya kurang senang dengan mereka. Saya harus duduk diam dan berdandan sopan bila ada tamu. Saya tidak boleh nakal dan melawan orang tua. Saya harus selalu tersenyum, walau hati sedang bersedih dan ingin menangis. Saya menyebut hal itu sebagai topeng kesempurnaan. Jika di sekolah dulu pun, kadang saya berperilaku demikian. Misalnya saat di kelas, saya harus mendengarkan guru baik-baik, tidak mengobrol sendiri di kelas, walau sebenarnya suasana sudah sangat membosankan dan tidak makan di kelas, walau sebenarnya perut sudah keroncongan. Walaupun saya tidak suka dan tidak nyaman dengan orang tua ataupun guru saya tersebut, namun saya tidak berani menunjukkan sikap melawan atau memberontak saya.

Namun, dengan bertambahnya usia, dan juga bertambahnya pengalaman saya (baik dari kegiatan-kegiatan yang saya ikuti, ataupun juga dari pergaulan dengan teman-teman sebaya), saya menjadi semakin kritis. Saya tidak lagi menjadi anak yang lemah dan penurut seperti dulu lagi, namun lebih kritis dan berani dalam mengambil sikap. Saya jadi merasa lebih nyaman, dan benar-benar menjadi diri saya sendiri. Kini, saya mampu menghadapi segala macam situasi dengan gembira, kreatif dan intuitif sebagaimana terdapat pada anak kecil yang masih polos. Peristiwa-peristiwa yang telah dan akan saya alami nanti, secara tidak sadar akan terlibat dalam proses pembentukan dan penciptaan jati diri saya.

Melihat Kantor Pos Besar Yogyakarta Dari Sudut Pandang Whitehead


Tepat di kawasan nol kilometer Yogyakarta, berdiri dengan kokoh gedung besar bercat putih. Gedung tersebut tampak tua, sebagian catnya sudah rusak. Rusaknya cat tersebut tidak membuat bangunan itu terlihat jelek dan suram, namun justru mengentalkan unsur historisnya. Di depan gedung tersebut, terdapat tulisan besar berbunyi “KANTOR POS YOGYAKARTA”.


Segala sesuatu di dunia ini bersifat dinamis, dan selalu berkembang, terjadi melalui sebuah proses dan terus menjadi. Begitu juga dengan Kantor Pos Besar Yogyakarta, bahwa sebenarnya kantor pos yang sudah berdiri sejak masa penjajahan Belanda ini, dapat menjadi besar dan bertahan hingga sekarang, bukan datang tiba-tiba, namun terbentuk melalui sebuah proses yang cukup panjang dan waktu yang lama. Namun, kita harus tahu bahwa hal tersebut tidak hanya berhenti di sini. Masih akan selalu ada proses yang lebih unik dan khas di kemudian hari.

Di satu sisi zaman akan terus berkembang, seperti yang kita ketahui, kini kita telah memasuki zaman auidovisual, dimana TV, HP, dan internet bukan merupakan barang-barang yang asing bagi kita dan bahkan sudah menjadi makanan sehari-hari. Perkembangan teknologi telah memudahkan hidup manusia, hingga segala informasi yang dibutuhkan dapat terpenuhi hanya dengan hitungan detik. Poinnya adalah, lebih efektif, efisien, hemat waktu, tenaga dan juga biaya. Pada titik ini, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, apakah kita masih memerlukan kantor pos? Bukankah sudah tersedia berbagai macam kemudahan yang ditawarkan oleh HP ataupun juga internet? sehingga kehadiran kantor pos akan tampak sia-sia? Apa yang terjadi disini?

Sebelum berbicara lebih jauh, saya akan memberikan pengertian dari kantor pos dahulu, supaya ada kesamaan visi dan patokan yang jelas. Menurut KBBI, kantor pos disini berarti: jawatan yang menyelenggarakan kirim-mengirim barang, surat, uang, dsb; kantor tempat kirim-mengirim surat, uang, dsb. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kantor pos yang dimaksut dalam tulisan ini mengarah kepada kantor sebagai tempat untuk kirim-mengirim surat, uang, dsb.

Kantor peninggalan Belanda tersebut, sejak awal berdiri hingga kini memang diperuntukkan sebagai kantor pos (untuk kirim-mengirim surat, barang, uang, dsb). Tak hanya secara fungsional saja yang sama, namun juga secara fisik, bentuk bangunannya masih menggambarkan bangunan gaya Eropa, dengan aksen tiang-tiang tingginya, dan gedung kokohnya. Keaslian dari peninggalan sejarah itu masih tetap dipertahankan, dan tidak dirubah sedikitpun.

Saksi sejarah yang hingga kini masih difungsikan sebagai gedung Kantor Pos ini, mempunyai peran yang cukup penting, terutama ketika tradisi tulis mulai berkembang pesat di kota Jogjakarta. Hingga sekarang, kantor pos ini pun masih tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat Yogyakarta khususnya, dalam hal jasa penyampaian informasi ataupun barang dan uang. Baik pada zaman dahulu, ketika pada masa awal berdiri, hingga sekarang saat Indonesia telah merdeka, kantor pos tetap konsisten dalam pelayanannya.

Perangkat pos pun tak berupah, dimana sejak zaman Belanda hingga sekarang, ketika kita akan berkirim surat, maka kita perlu perangko, cap pos, amplop, materai dan lain sebagainya. Demikian halnya dengan penulisan alamat dan tata letaknya tak berubah dari tahun ke tahun. Bahkan, cap pos yang digunakan ketika masa awal kantor pos ini berdiri, masih digunakan hingga sekarang.

Hal tersebut sesuai dengan konsep prinsip proses milik Whitehead, yaitu disebut proses mikroskopis. Proses mikroskopis adalah proses menjadi satu satuan aktual, suatu unit individu dengan aktualitas tertentu, dari banyak data-data objektif warisan masa lalu yang mengkondisi proses tersebut (Whitehead, 1991 :37). Jadi dapat disimpulkan, bahwa kantor pos dapat menjadi seperti sekarang ini, merupakan hasil dari pengalaman masa lampau, yang terus dilakukan dalam suatu proses yang panjang, hingga akhirnya tetap konsisten hingga sekarang, dan membentuk citra/image kantor pos seperti sekarang. Yaitu, menjadi sebuah kantor tempat kirim-mengirim surat, uang ataupun barang, dan melayani masyarakat dengan sepenuh hati tanpa pandang bulu.
Namun, terlepas dari itu semua, kantor pos tidak bersifat statis, namun dinamis. Dimana kantor pos Yogyakarta mengambil langkah cepat dan tepat dalam menghadapi terpaan kemajuan teknologi dan budaya audiovisual yang kini telah akrab bagi masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk menjawab tantangan perkembangan zaman. Sehingga dalam hal ini kantor pos merubah sistem pelayanannya, dari yang semua manual, namun kini juga dengan media online dan komputerisasi. Hal tersebut tetap berdasar pada visi dan misi kantor pos yang selalu menjadi pedoman, yaitu melayani masyarakat, dan memudahkan transaksi, dan memberikan perhatian tulus kepada masyarakat.

Hal tersebut sesuai dengan konsep prinsip proses milik Whitehead, yaitu disebut proses makroskopis. Proses makroskopis adalah proses perubahan dari satu atuan aktual yang sudah mencapai kepenuhan, ke proses menjadi datum bagi munculnya satuan aktual yang baru. (Whitehead, 1991:38). Jadi dapat disimpulkan, bahwa kantor pos tidak hanya statis, atau mandeg, namun terus bergerak dan berubah dalam suatu proses evolusi yang tak kunjung henti.

Kantor pos Yogyakarta yang juga merupakan bagian dari realitas yang ada di dunia ini, juga tak lepas dari proses perubahan mengikuti perkembangan zaman, terbentuk melalui sebuah proses yang cukup panjang dan waktu yang lama. Namun, kita harus tahu bahwa hal tersebut tidak hanya berhenti di sini. Masih akan selalu ada proses yang lebih unik dan khas di kemudian hari, yaitu dimungkinkan bahwa kantor pos yang kita kenal sekarang, akan berubah dari waktu ke waktu, mengikuti perkembangan zaman. Semoga segala kemajuan dan perkembangan perdaban manusia, tidak membawa kehancuran, namun membawa kesejahteraan dan harapan baru bagi masa depan.

Menari Adalah Hidup Bagi Kami

(Diambil dari tulisan saya di majalah PASTI 2010)
Tubuhnya melenggak-lenggok mengikuti alunan musik. Baju dan dandanan khas yang mereka kenakan menggambarkan kegagahan dan keangkuhan. Siapa sangka, di balik topeng dan dandanan gagahnya, terselip suatu kisah hidup yang elok dan patut untuk di tilik.
            Di sinilah mereka berkarya, bukan di panggung pertunjukan yang megah dan berAC, namun hanya di perempatan jalan yang penuh polusi dan teramat panas. Tidak ada tepuk tangan riuh penonton yang mengelu-elukan mereka, yang ada hanya raut muka tak bersahabat dari para pengguna jalan. Walaupun demikian, mereka akan terus menari, tak peduli peluh keringat yang terus mengalir, tak peduli perut yang sudah mulai keroncongan, adalah karena mereka merupakan kepala keluarga yang harus bertanggung jawab dan mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, karena mereka ingin turut melestarikan budaya, dan karena mereka adalah para penari Jathilan.
            “Kami melakukanya dengan senang, kami mencintai pekerjaan ini.”Jawab Sukir sambil tersenyum, saat di tanya alasan dia tetap bertahan menjadi penari Jathilan. Laki-laki 35 tahun ini merupakan salah satu penari Jathilan yang berasal dari Bojonegoro, Temanggung, yang mencoba peruntungan menjadi penari Jathilan di Jogja. Ia sudah satu tahun bertahan menjadi penari Jathilan jalanan, bersama Budi, adiknya, dan Widi, tetangganya yang baru berusia 19 tahun.
            Kos-kosan kecil berukuran 3x4 meter, di daerah Ketandan, yang mereka tempati seakan menggambarkan penghasilan mereka sebagai penari Jathilan jalanan tak seberapa. Kamar kos yang di sewa seratus lima puluh ribu rupiah sebulan itu mereka tempati bertiga. Di ruangan sempit itu penuh dengan kostum-kostum dan peralatan tari mereka yang di gantung di dinding dan sebagian di letakkan begitu saja di pojok ruangan. Tidak ada radio, TV, atupun barang-barang mewah lainnya, bahkan kasur dan bantalpun tak ada. Mereka hanya tidur beralaskan karpet tipis berwarna biru yang sudah berlubang di sana-sini.
            “Ya beginilah kami. Hidup serba pas-pasan. Tapi kami tetap bersyukur bisa mencari uang halal dengan menari Jathilan di perempatan jalan.”Ungkap Budi.
Dalam sehari, pendapatan bersih mereka menjadi penari Jathilan adalan tiga puluh ribu rupiah. Walaupun kecil dan sangat pas-pasan untuk mencukupi kehidupan keluarga mereka di Temanggung, namun mereka hanya ingin menunjukkan bahwa kesenian mereka belum mati, mereka masih ada, meskipun hanya di pertontonkan di jalanan.
Jathilan sudah menjadi bagian hidup Sukir, Budi, dan Widi. Sejak dari kecil mereka sudah bisa menari Jathilan. Warga Temanggung ini juga mengikuti perkumpulan tari Jathilan di Desanya. Di daerah Temanggung tarian tersebut memang bukan hal yang asing lagi. Jathilan diminati oleh semua usia, dari anak kecil hingga orang tua. Namun di daerah tersebut, Jathilan tidak untuk tujuan komersial, hanya sebatas untuk mengisi acara-acara adat seperti tahun baru Jawa, perayaan 17-an, dan juga bersih desa.
Karena di Temanggung tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, dan penghasilan yang memadai, maka Sukir mempunyai ide untuk merantau ke Jogja, dan mencari uang sebagai penari Jathilan di perampatan jalan.
“Waktu itu saya yakin, kalau di Jogja kami pasti bisa mendapat penghasilan lebih. Keluarga kami pun mendukung niat kami untuk bekerja sebagai penari Jathilan di kota Jogja.”Kata Sukir lagi.
Kenyataannya, semua tidak semudah yang mereka bayangkan. Pekerjaan sebagai penari Jathilan jalanan di Jogja mempunyai banyak resiko, selain persaingan dengan sesama penari, juga ‘kucing-kucingan’ dengan para  satuan polisi pamong praja (satpol-pp) sangat merepotkan dan membuat was-was.
Bagaimana tidak, sudah beberapa kali Sukir tertangkap oleh satpol pp saat dirinya sedang menari di perempatan jalan. Tidak hanya denda kurungan satu hari, namun juga peralatan Jathilan, seperti kendang dan kenong juga di sita oleh polisi pamong praja.
“Kami tahu kami salah, karena seharusnya kami memang tidak boleh menari di perempatan jalan, tapi mau gimana lagi, selain menari Jathilan, kami tidak punya keahlian apa-apa lagi. Wong kami Cuma lulusan SD.”Budi, laki-laki tinggi berkulit hitam itu mengungkapkan.
Belajar dari pengalaman, mereka kini lebih berhati-hati saat menari Jathilan di perempatan jalan. Ketika polisi pamong praja mulai menjalankan tugas ‘mulianya’, yaitu membersihkan jalan dari pengamen jalanan dan pengemis, kira-kira sekitar pukul 11 siang hingga pukul 12, Sukir, Budi dan Widi tidak menari di jalan. Mereka menggunakan waktu itu untuk makan siang dan mengumpulkan energi.
Sedangkan untuk persaingan, di Jogja sendiri sudah banyak penari Jathilan di perempatan jalan. Mereka biasanya menari di perempatan Janti, Giwangan, Gejayan, dan Maguoharjo. “Pernah kami selama satu hari tidak mendapatkan penghasilan sama sekali, karena sudah keduluan penari lain. Ya sudah, karena di setiap perempatan sudah ada penarinya semua, akhirnya kami pulang tanpa hasil apa-apa.”Kata Sukir sambil merubah posisi  duduknya.
Pahit-manisnya menjadi penari Jathilan jalanan akan menjadi warna bagi kehidupan Sukir, Budi dan Widi. Walaupun pendapatannya tidak seberapa, namun mereka tetap menjalankan pekarjaan ini dengan senyuman. “ Buat kami, rejeki sudah ada yang ngatur, jadi kerjaan apa aja juga sama saja bagi kami, semua ada baik dan buruknya. Termasuk nari Jathilan, dinikmatin saja, karena menari adalah hidup bagi kami.”Widi menambahkan.
Dan pagi ini, tepat pukul 6 mereka sudah mulai merias wajah dan bersiap untuk menari di perempatan jalan. Tidak ada sarapan pagi, kopi ataupun teh hangat sebagai penyemangat pagi. Mereka harus cepat-cepat berangkat agar tempat tidak di dahului oleh penari Jathilan yang lainnya. Sekitar pukul delapan, mereka selesai berdandan, dan dengan bis kota mereka menuju perempatan Janti, untuk tujuan hari ini. Kurang lebih sekitar delapan jam mereka akan membawakan tari Jathilan di perempatan padat kendaraan itu, dengan harapan “Hari ini kami bisa mendapat lebih banyak rejeki dari pada hari kemarin.”Kata Widi dengan pandangan menerawang.

Gua Sejuta Keindahan

(Diambil dari tulisan saya di majalah PASTI 2009)
Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata Gua? Mungkin anda langsung membayangkan sebuah tempat yang sunyi, gelap dan menakutkan. Namun, Gua ini sangat berbeda dengan gua pada umumnya. Tempatnya jauh dari kesan seram dan menakutkan, tetapi justru cantik dan mengesankan. Gua tersebut bernama Gua Selarong.
Tempat wisata yang mempunyai luas sekitar 1,5 hektar ini terletak di dukuh Putihan, kelurahan Guwosari, Kecamatan Pajangan, Bantul, sekitar 14 km arah Selatan kota Yogyakarta. Gua yang eksotik ini berada di puncak bukit yang ditumbuhi banyak pohon jambu biji yang merupakan khas dari objek tersebut.
 Obyek wisata Gua Selarong menawarkan wisata alam sekaligus wisata sejarah. Merupakan wisata alam karena tempat ini menawarkan keindahan alam yang masih alami, terletak di puncak bukit dengan pemandangan alam yang indah dan udara bersih, dipadukan dengan gemericik air terjun yang airnya masih jernih. Sedangkan wisata sejarah, karena tempat ini dahulu merupakan markas perang Pangeran Diponegoro, yang merupakan pahlawan paling populer di Nusantara ( surve Metro TV). Maka tak heran, jika tempat wisata ini begitu diminati oleh para wisatawan, terutama para wisatawan asing.
Para wisatawan tidak hanya dapat berziarah saja di tempat ini, namun juga dapat berkemping, aoutbond, melihat diorama yang menceritakan perjuangan Diponegoro, atau hanya sekedar menikmati keindahan alam sambil bermain air, di air terjun yang juga terdapat di tempat tersebut. Hanya dengan membayar tiket 2000 rupiah saja, kita dapat belajar, berziarah,sekaligus merilekskan pikiran kita dengan menikmati keindahan alam di obyek wisata Gua Selarong ini.
Karena terletak di atas bukit, maka untuk sampai di depan Gua dan di air terjun, kita harus menaiki beberapa anak tangga. Jumlah anak tangga tersebut tidak dapat di hitung secara pasti, ada yang menyebutkan 80 anak tangga, ada juga yang menyebutkan 100 anak tangga, atau bahkan hanya 50 anak tangga. Memang aneh, boleh percaya atau tidak, setiap orang yang mencoba menghitung berapa jumlah anak tangga yang dilewati tersebut, pasti antara orang yang satu dan lainnya mempunya jumlah yang berbeda-beda. Konon katanya, semakin banyak jumlah anak tangga yang kita hitung maka semakin banyak rejeki kita.
Setelah kita menaiki beberapa anak tangga tersebut, maka sampai di atas kita akan menemukan 2 buah gua, yaitu Gua kakung (3.2.1,5 m), dan gua putri (12.10.1,5 m). Gua Kakung merupakan gua dimana Diponegoro dan para prajuritnya mengatur siasat perang, sedangkan gua Putri adalah tempat para istri prajurit tinggal. Disamping kanan gua putri ada sebuah air terjun yang jernih, dipercaya air tersebut dapat menghilangkan rasa capek, dan menyembuhkan bermacam penyakit. Kemudian jika kita berjalan ke arah Timur, dari air terjun tersebut, terdapat pula jalan setapak yang di tumbuhi banyak pohon jambu biji yang merupakan khas dari tempat tersebut.
Jika sudah puas berjalan-jalan di areal atas, maka kita juga wajib mencicipi obyek di areal bawah. Yaitu, terdapat diorama, camping graund, dan juga tempat untuk outbound.
            Jika dari arah atas, maka sebelum ke camping graud, kita akan melewati sebuah bangunan bercat putih, yang tidak terlalu besar dan berjendela banyak. Tempat tersebut adalah diorama. Di dalam diorama terdapat beberapa lukisan raksasa yang menggambarkan kegigihan Diponegoro saat berperang melawan Belanda. Walaupun agak kotor karena kurang terawat, namun tempat ini masih menyimpan daya tarik tersendiri. Terutama pada lukisan Diponegoro yang menunggangi kuda dan menghabisi para tentara Belanda dengan pedang andalannya, benar-benar terlihat seperti nyata.
            Tepat di samping diorama, terdapat mainan anak-anak, yaitu beberapa perosoran dan ayunan. Selain itu juga tempat tempat outbound. Sangat cocok bagi para petualang yang menyukai tantangan. Tempatnya cukup luas, dan terdapat beberapa permainan khas outbound, seperti flaying fox dan juga jaring spider.
            Selanjutnya di areal paling bawah, yang letaknya dekat dengan sungai adalah camping ground. Tempat ini sering di sewa untuk tempat camping, terutama oleh anak-anak Pramuka baik dari SD, SMP ataupun SMA. Jika berminat untuk camping di tempat ini, jangan takut akan kesulitan untuk mendapatkan air, karena selain tempatnya cukup lapang, areal camping ini juga terletak di dekat sungai yang airnya masih jernih. Kamar mandi pun juga tersedia khusus untuk para peserta camping. Walaupun terletak di dekat sungai, jangan takut kebanjiran, karena walaupun musim hujan sekalipun, sungai di tempat tersebut tidak akan meluap airnya, karena sungai tersebut bersih dari sampah, dan juga terdapat pohon-pohon yang tumbuh di sekitar sungai, sehingga penyerapan air hujan menjadi lancar.
Tempat wisata ini memang unik, karena tidak hanya menawarkan satu obyek saja, melainkan bermacam-macam obyek, sehingga wisatawan tidak bosan di tempat tersebut.
Selain hal-hal yang sudah di sebutkan diatas, Gua Selarong juga kental dengan nilai budaya Terutama untuk masyarakat kejawen. Biasanya di tempat ini, para penganut
Kepercayaan kejawen setiap malam tertentu(Selasa Keliwon, atau Jumat Kliwon), berkunjung ke tempat ini dan menaburkan kembang tujuh rupa. Mereka masih menyakini bahwa Diponegoro masih bersemayam di tempat tersebut.
Puncaknya, setiap bulan Juli Gua Selarong semakin di padati oleh para wisatawan, karena di tempat ini dilaksanakan Grebeg Selarong. Yaitu ritual untuk memperingati Hijrah Pangeran Diponegoro dari Tegal Rejo. Acara Grebeg ini diikuti oleh para masyarakat sekitar daerah tersebut, dengan cara mengarak tumpeng sebanyak 1000 dari desa Balai Sari menuju Gua Selarong.
Jika dilihat dari latar belakang sejarahnya, dapat di ceritakan demikian. Di masa lampau, gua ini bernama Gua Secang, karena sering digunakan oleh kyai Secang untuk bertapa. Namun setelah digunakan oleh Pangeran Diponegoro, Gua ini berubah nama menjadi Gua Selarong, yang berasal dari kata Sila dan Rong (digunakan Diponegoro untuk bersemedi).
Pangeran Diponegoro pindah ke Gua Selarong setelah rumahnya di Tegal Rejo diserang dan di bakar habis oleh Belanda. Kemudian Diponegoro menggunakan Gua Selarong sebagai markas Gerilya bersama para prajuritnya (1825-1830).
Sejak tahun 1954, Pemerintah Kota Bantul menjadikan Gua Selarong sebagai obyek wisata sejarah. Sejak saat itulah Gua Selarong semakin menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke tempat wisata tersebut. Menurut Bp. Mursidi, pengelola tempat wisata ini, jumlah pengunjung tiap tahunnya rata-rata sebanyak 29.000 pengunjung.
Di sekitar gua selarong juga terdapat sentral kerajinan kayu yang menghasilkan patung, topeng dan hiasan-hiasan rumah tangga lainnya. Jadi selain berwisata, kita juga dapat berbelanja barang-barang kerajinan yang khas dari daerah tersebut untuk oleh-oleh ataupun kenang-kenangan.
Jadi, Jika anda bosan dengan obyek-obyek wisata di kota Jogjakarta dan menginginkan sesuatu yang baru, maka tidak ada salahnya jika anda dan teman-teman, pacar atau keluarga berkunjung ke objek wisata Gua Selarong. Obyek wisata yang unik dan kental dengan nilai sejarah ini, dapat dijadikan sebagai obyek wisata alternatif anda bersama keluarga atau teman-teman anda. Selamat berkujung!

FORMULA KEBERUNTUNGAN

The best luck of all is the luck you make for yourself (Douglas MacArthur)   Kita mungkin pernah tau bahwa di dunia ini ada jenis manusi...