“Realitas bukanlah sesuatu yang
statis, tetapi terus bergerak dan berubah dalam suatu proses evolusi yang tak
kunjung berhenti. Dalam satuan-satuan aktual yang sudah lengkap, selalu
terlibat dalam proses pembentukan dan mencipta diri.“ (Alfred
North Whitehead)

Saya
termasuk orang yang mempunyai sifat parent ego-state. Kelakuan, pemikiran dan
perasaan saya, banyak yang saya tiru dari orang tua atau guru saya. Mungkin,
ini juga karena saya orang Jawa, yang secara turun temurun sudah dibekali
wejangan, bahwa kita sebagai anak harus mentaati orang tua. Segala hal yang
dilakukan orang tua selalu benar di mata mereka, sedangkan hal yang saya
lakukan, selalu salah di mata mereka. Sehingga perilaku-perilaku yang saya tiru
dari orang tua saya tersebut sudah mendarah daging dalam kehidupan saya, tanpa
sadar saya akan taat terhadap orang tua, karena norma itu sudah masuk program
Parent.
Saya
sadar, saya yang dibesarkan dalam keluarga dan lingkungan budaya Jawa yang
kental, telah membentuk pribadi saya menjadi benar-benar penurut, dimana saya
harus selalu menyesuaikan perintah dan aturan dari orang tua. Bahwa saya harus
selalu bersikap sopan dengan orang lain, walaupun saya kurang senang dengan
mereka. Saya harus duduk diam dan berdandan sopan bila ada tamu. Saya tidak
boleh nakal dan melawan orang tua. Saya harus selalu tersenyum, walau hati
sedang bersedih dan ingin menangis. Saya menyebut hal itu sebagai topeng
kesempurnaan. Jika di sekolah dulu pun, kadang saya berperilaku demikian.
Misalnya saat di kelas, saya harus mendengarkan guru baik-baik, tidak mengobrol
sendiri di kelas, walau sebenarnya suasana sudah sangat membosankan dan tidak
makan di kelas, walau sebenarnya perut sudah keroncongan. Walaupun saya tidak
suka dan tidak nyaman dengan orang tua ataupun guru saya tersebut, namun saya
tidak berani menunjukkan sikap melawan atau memberontak saya.
Namun,
dengan bertambahnya usia, dan juga bertambahnya pengalaman saya (baik dari
kegiatan-kegiatan yang saya ikuti, ataupun juga dari pergaulan dengan
teman-teman sebaya), saya menjadi semakin kritis. Saya tidak lagi menjadi anak
yang lemah dan penurut seperti dulu lagi, namun lebih kritis dan berani dalam
mengambil sikap. Saya jadi merasa lebih nyaman, dan benar-benar menjadi diri
saya sendiri. Kini, saya mampu menghadapi segala macam situasi dengan gembira,
kreatif dan intuitif sebagaimana terdapat pada anak kecil yang masih polos.
Peristiwa-peristiwa yang telah dan akan saya alami nanti, secara tidak sadar
akan terlibat dalam proses pembentukan dan penciptaan jati diri saya.
No comments:
Post a Comment