Tepat di kawasan nol kilometer Yogyakarta, berdiri dengan kokoh gedung besar bercat putih. Gedung tersebut tampak tua, sebagian catnya sudah rusak. Rusaknya cat tersebut tidak membuat bangunan itu terlihat jelek dan suram, namun justru mengentalkan unsur historisnya. Di depan gedung tersebut, terdapat tulisan besar berbunyi “KANTOR POS YOGYAKARTA”.
Segala sesuatu di dunia ini bersifat dinamis, dan selalu berkembang, terjadi melalui sebuah proses dan terus menjadi. Begitu juga dengan Kantor Pos Besar Yogyakarta, bahwa sebenarnya kantor pos yang sudah berdiri sejak masa penjajahan Belanda ini, dapat menjadi besar dan bertahan hingga sekarang, bukan datang tiba-tiba, namun terbentuk melalui sebuah proses yang cukup panjang dan waktu yang lama. Namun, kita harus tahu bahwa hal tersebut tidak hanya berhenti di sini. Masih akan selalu ada proses yang lebih unik dan khas di kemudian hari.
Di satu sisi zaman akan terus berkembang, seperti yang kita ketahui, kini kita telah memasuki zaman auidovisual, dimana TV, HP, dan internet bukan merupakan barang-barang yang asing bagi kita dan bahkan sudah menjadi makanan sehari-hari. Perkembangan teknologi telah memudahkan hidup manusia, hingga segala informasi yang dibutuhkan dapat terpenuhi hanya dengan hitungan detik. Poinnya adalah, lebih efektif, efisien, hemat waktu, tenaga dan juga biaya. Pada titik ini, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, apakah kita masih memerlukan kantor pos? Bukankah sudah tersedia berbagai macam kemudahan yang ditawarkan oleh HP ataupun juga internet? sehingga kehadiran kantor pos akan tampak sia-sia? Apa yang terjadi disini?
Sebelum berbicara lebih jauh, saya akan memberikan pengertian dari kantor pos dahulu, supaya ada kesamaan visi dan patokan yang jelas. Menurut KBBI, kantor pos disini berarti: jawatan yang menyelenggarakan kirim-mengirim barang, surat, uang, dsb; kantor tempat kirim-mengirim surat, uang, dsb. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kantor pos yang dimaksut dalam tulisan ini mengarah kepada kantor sebagai tempat untuk kirim-mengirim surat, uang, dsb.
Kantor peninggalan Belanda tersebut, sejak awal berdiri hingga kini memang diperuntukkan sebagai kantor pos (untuk kirim-mengirim surat, barang, uang, dsb). Tak hanya secara fungsional saja yang sama, namun juga secara fisik, bentuk bangunannya masih menggambarkan bangunan gaya Eropa, dengan aksen tiang-tiang tingginya, dan gedung kokohnya. Keaslian dari peninggalan sejarah itu masih tetap dipertahankan, dan tidak dirubah sedikitpun.
Saksi sejarah yang hingga kini masih difungsikan sebagai gedung Kantor Pos ini, mempunyai peran yang cukup penting, terutama ketika tradisi tulis mulai berkembang pesat di kota Jogjakarta. Hingga sekarang, kantor pos ini pun masih tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat Yogyakarta khususnya, dalam hal jasa penyampaian informasi ataupun barang dan uang. Baik pada zaman dahulu, ketika pada masa awal berdiri, hingga sekarang saat Indonesia telah merdeka, kantor pos tetap konsisten dalam pelayanannya.
Perangkat pos pun tak berupah, dimana sejak zaman Belanda hingga sekarang, ketika kita akan berkirim surat, maka kita perlu perangko, cap pos, amplop, materai dan lain sebagainya. Demikian halnya dengan penulisan alamat dan tata letaknya tak berubah dari tahun ke tahun. Bahkan, cap pos yang digunakan ketika masa awal kantor pos ini berdiri, masih digunakan hingga sekarang.
Hal tersebut sesuai dengan konsep prinsip proses milik Whitehead, yaitu disebut proses mikroskopis. Proses mikroskopis adalah proses menjadi satu satuan aktual, suatu unit individu dengan aktualitas tertentu, dari banyak data-data objektif warisan masa lalu yang mengkondisi proses tersebut (Whitehead, 1991 :37). Jadi dapat disimpulkan, bahwa kantor pos dapat menjadi seperti sekarang ini, merupakan hasil dari pengalaman masa lampau, yang terus dilakukan dalam suatu proses yang panjang, hingga akhirnya tetap konsisten hingga sekarang, dan membentuk citra/image kantor pos seperti sekarang. Yaitu, menjadi sebuah kantor tempat kirim-mengirim surat, uang ataupun barang, dan melayani masyarakat dengan sepenuh hati tanpa pandang bulu.
Namun, terlepas dari itu semua, kantor pos tidak bersifat statis, namun dinamis. Dimana kantor pos Yogyakarta mengambil langkah cepat dan tepat dalam menghadapi terpaan kemajuan teknologi dan budaya audiovisual yang kini telah akrab bagi masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk menjawab tantangan perkembangan zaman. Sehingga dalam hal ini kantor pos merubah sistem pelayanannya, dari yang semua manual, namun kini juga dengan media online dan komputerisasi. Hal tersebut tetap berdasar pada visi dan misi kantor pos yang selalu menjadi pedoman, yaitu melayani masyarakat, dan memudahkan transaksi, dan memberikan perhatian tulus kepada masyarakat.
Hal tersebut sesuai dengan konsep prinsip proses milik Whitehead, yaitu disebut proses makroskopis. Proses makroskopis adalah proses perubahan dari satu atuan aktual yang sudah mencapai kepenuhan, ke proses menjadi datum bagi munculnya satuan aktual yang baru. (Whitehead, 1991:38). Jadi dapat disimpulkan, bahwa kantor pos tidak hanya statis, atau mandeg, namun terus bergerak dan berubah dalam suatu proses evolusi yang tak kunjung henti.
Kantor pos Yogyakarta yang juga merupakan bagian dari realitas yang ada di dunia ini, juga tak lepas dari proses perubahan mengikuti perkembangan zaman, terbentuk melalui sebuah proses yang cukup panjang dan waktu yang lama. Namun, kita harus tahu bahwa hal tersebut tidak hanya berhenti di sini. Masih akan selalu ada proses yang lebih unik dan khas di kemudian hari, yaitu dimungkinkan bahwa kantor pos yang kita kenal sekarang, akan berubah dari waktu ke waktu, mengikuti perkembangan zaman. Semoga segala kemajuan dan perkembangan perdaban manusia, tidak membawa kehancuran, namun membawa kesejahteraan dan harapan baru bagi masa depan.
No comments:
Post a Comment